Kalau tidak diingatkan kawan saya tentang film Hollywood seperti the Godfather II, Apocalypse Now, Jurassic Park, the Good Sheperd, Miai Vice dan the Fast and Furious yang pengambilan gambarnya dilakukan di Santo Domingo dan wilayah Republik Dominica, saya mungkin tidak akan terlalu tertarik akan Santo Domingo. Memang saya memiliki kawan kuliah musim panas di University of Colorado yang berasal dari Republik Dominika, namun saya bahkan baru ingat keberadaannya ketika saya telah menyelesaikan perjalanan ini. Jadi, jujur saja, Santo Domingo bukan merupakan satu kota yang ada dalam daftar kunjungan saya, bila saya kesempatan untuk bepergian.Â
Kepergian saya selama lima hari ke Santo Domingo ini bukanlah untuk berwisata. Ini untuk suatu pekerjaan, karena untuk memenuhi undangan dari the United Nation (UN) Women yang berkantor pusat di New York, Amerika Serikat. UN Women adalah salah satu lembaga di bawah Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) yang mengurusi isu perempuan dan kesetaraan gender. Â Tujuan pertemuan adalah mendiskusikan pembelajaran tentang upaya upaya yang berhasil dan kegagalan dalam mendorong kesetaraan gender di seluruh dunia dan paling tidak mewakili 5 benua. Bagi saya, mewakili Indonesia atau regional Asia Tenggara pernah saya lakukan. Namun, mewakili Asia adalah sesuatu yang baru. Apalagi isu yang ada di berbagai negara di Asia sangat beragam. Artinya, saya harus banyak membaca, mendengar dan belajar.Â
Pada pertemuan lima  hari itu saya mendapatkan dua tugas utama. Pertama, berbicara tentang pengalaman Indonesia dan Asia pada di hari kedua. Kedua, memfasilitasi dan menjadi moderator pada sesi terakhir di hari terakhir. Ini tugas berat karena untuk membuat rangkuman simpulan keseluruhan pertemuan dan rekomendasinya saya perlu tekun mendengar dan mencatat dialog dan perdebatan yang ada. Artinya, saya harus betul betul setia sebagai pendengar dan peserta aktif untuk bisa menjalankan tugas.
Tidak boleh kita ingkari, ketika sudah tiba di Santo Domingo dan mengetahui sejarahnya, hati kecil saya tentu ingin sekali melihat kota Santo Domingo di sela sela pertemuan. Karena memang jatah kunjungan hanyalah untuk pertemuan itu saja dan sayapun harus langsung ke Aceh sepulang dari Santo Domingo, saya mensiasati cara untuk menikmati kota ini. Saya berjalan setiap pagi antara jam 6.00 sampai jam 7.30, sementara di sore hari saya bisa duduk bersama beberapa rekan peserta yang jumlah seluruhnya tidak lebih dari 18 orang, untuk berdiskui atau sambil ngopi atau makan malam. Setiap hari saya bisa mendatangi dua atau tiga tujuan wisata. Artinya, saya harus memaksimalkan bahagia saya untuk menikmati wisata tanpa harus masuk ke wilayah yang berbayar, yang mungkin bisa memberikan lebih banyak informasi. Tentunya, pada jam 6.00 sampai jam 7.30 tak ada wilayah berbayar yang sudah buka. Pada jam jam itu, biasanya hari masih agak gelap. Karenanya, saya harus banyak legowo dengan keterbatasan mata dan juga kamera. Â Perjalanan panjang selama 32 jam dari Jakarta - Hongkong - New York - Santo Domingo memang cukup melelahkan. Ini semua bukan alasan saya untuk mengeluh.
Santo Domingo, Kota Pertama di Masa Peradaban Moderen Amerika setelah Inca.Â
Sebelum melakukan eksplorasi, tentu saya coba sedikit pahami sejarah Santo Domingo. Ini penting. Santo Domingo de Guzman adalah ibukota Republik Dominika yang terletak di bagian timur pulau Dominika, di antara kepulauan Karibia di lautan Atalantik Utara. Â Nama Santo Domingo berasal dari nama seorang Santo katolik. Sebelumnya, kota Santo Domingo bernama Ciudad Trujilo, diambil dari nama diktator Rafael Lenidas Trujillo,yang menguasai wilayah ini sejak 1936 sampai dengan 1961. Setelah sang diktator dibunuh, kota kembali bernama Santo Domingo.
Santo Domingo ditemukan pertama kali oleh Bartholomew Columbus pada tahun 1496. Bartholomew Columbus tidak seterkenal kakaknya, Christopher Columbus yang menemukan benua Amerika yang luas. Dalam perkembangannya, Christopher Columbus yang pada akhirnya membangun dan mengembangan kota temuan adiknya ini. Untuk itu, dibangunlah banyak bangunan moderen pertama di dunia, seperti rumah sakit, katedral, dan juga universitas. Beberapa peninggalan ini masih ada jejaknya, meski sudah dalam keadaan tidak utuh.Â
Santo Domingo de Guzman yang merupakan ibukota Republik Dominika ini terletak di bagian timur pulau Dominika, di antara kepulauan Karibia di lautan Atalantik Utara. Saya harus terbang melalui New York untuk kemudian terbang lagi untuk sampai di Santo Domingo. Sebagai suatu negara, Republik Dominika memilik penduduk sekitar 10,9 juta pada tahun 2019, sementara ibu kotanya, Santo Domingo berpenduduk sekitar 970 ribuan.Â
Dengan sejarah Santo Domingo dan waktu yang saya miliki, maka saya akhirnya memfokuskan jalan jalan saya khusus di wilayah kolonial Santo Domingo. Itupun saya lebih fokuskan pada arsitek lawasnya dengan beberapa bagian sejarah dari bangunan tersebut. Saya memang menyesal tidak dapat melihat Santo Domingo di luar wilayah kolonial. Saya memahami bahwa negara Republik Dominika masih masuk katergori negara berkembang yang memiliki penduduk miskin. Terdapat wilayah kumuh di sebalik pelabuhan, misalnya. Namun kami tidak disarankan pergi seorang diri di wilayah luar kolonial karena persoalan keamanan. Saya harus menuruti itu.Â
Hal pertama sebelum saya mengeksplor Santo Domingo tentu saja meminta peta kota dari petugas hotel. Selanjutnya, tentu saya perlu memasang aplokasi peta pada HP saja. Sayang sekali HP saya waktu itu masih sederhana sekali sehingga petapun belum optimal. Â http://www.orangesmile.com/common/img_city_maps/santo-domingo-map-1.jpg. Â Bagi saya, peta adalah penting karena saya hanya akan berjalan kaki melakukan petualangan kecil ini. Saya coba urutkan tujuan tujuan wisatanya ya.
Wisata 1. Hotel Nicolas de OvandoÂ
Saya ditempatkan di suatu hotel Hostal Nicolas de Ovando di jantung wilayah kolonial Santo Domingo. Wah, ini sudah merupakan satu wisata sejarah. Hotel ini adalah bangunan tahun 1502 dan termasuk dalam bangunan yang terdaftar dalam World Heritage oleh Unesco. Bagunan ini adalah satu dari 3 bagunan milik pendiri kota yaitu Gubernur Nicolas de Ovando. Ruang lobi, luang baca, ruang 'patio' maupun ruang tidur berarsitektur lama, meskipun dilengkapi peralatan hotel moderen.
Dalam ruangan beraristektur spanyol abad 16 itu, tergantung beberapa ornamen besi tempa. Terdapat tempat lilin, lampu gantung dan hiasan lain. Rupanya memang kerajinan besi tempa merupakan produk andalan Santo Domingo yang terkenal di seluruh dunia. Di sebelah hotel terdapat ruang pamer industri besi tempa ini.
Begitu keluar dari lobi hotel, maka saya telah berada di jalanan yang menjadi bagian dari jalan yang terdaftar World Heritage Site dari UNESCO yang tersohor itu. Bangunan terletak di jalan Las Damas, yang memiliki jalan berbatu'paving' pertama di peradaban moderen dunia. Hanya berjalan sepanjang las Damas saja sudah menyenangkan karena bangunan yang terletak di sepanjang jalan semuanya memiliki arsitektur abad 16. Bangunan masih terawat rapi. Saya mencoba mengenal jalanan ini karena setiap hari saya harus melewatinya.
Wisata 3. Museum of Royal Houses (Museo de las Casas Reales)
Bila kita telusuri jalanan Las Damas sampai ujung, kita akan temui area museum yang menarik. Terdapat beberapa patung kerbau atau banteng dari baja besi yang cukup menarik.
Museum ini merupakan satu dari bangunan budaya terpenting di Santo Domingo. Museum ini dibangun pada era kolonial di abad sebagai gedung perkantoran koloni Spanyol. Adalah Raja Ferdinand of Aragon yang meresmikannya pada 5 Otober 1511.
Wisata 4. Pantheon Nacional atau the National Pantheon
The National Pantheon dibangun pada 1714-1746 oleh seorang Spanyol Geronimo Quezada y Garon. Gedung ini semula adalah sebuah gereja Jesuit. Gedung bergaya neo klasik dari masa renaissance. Gedung ini menjadi symbol nasional dari Republik Dominika. Gedung ini sering dipakai sebagai persemayaman tokoh atau warga negara yang dihormati. Agak sulit untuk memotret gedung ini dengan mencakup keseluruhannya, mengingat kita akan berada di jalan sempit yang padat bangunan di jalan Las Damas ini.