Engkalulah sang putri mahkota, kata ibukuÂ
Ia ajarkan aku membawa tempayan di ketiakkuÂ
Melangkah di jalan yang sama tapi beda
Hari ini berdebuÂ
Esok berlumpurÂ
Kemarin mendakiÂ
Lusa menurunÂ
Engkaulah sang putri mahkota, kata ibukuÂ
Ia contohkan aku sambut air dari pancuranÂ
Menanti pompa tua berderak
Tertawa kuteguk air mengalir
Kutumpahkan penuh ke tempayanku
Engkaulah sang putri mahkota, kata ibuku
Kutanya kapan kubelajar baca buku
Belajar dari air, katanya
Pintar kau karena air
Cantik kau karena air
Kuat kau karena air
Kau akan jadi sang ratuÂ
Â
Engkaulah sang putri mahkota, kata ibuku
Kutanya kapan kubermain
Kau bermain dengan air, katanya
Tak perlu bercanda dengan putri duyungÂ
Tak perlu berkejaran dengan lumba lumbaÂ
Tak perlu kau mandi di pantai biruÂ
Karena kau terus bersama air jugaÂ
Mataku mengecil tak paham, lebih dari sepuluh purnama lamanya
Engkaulah sang putri mahkota, kata ibuku
Kau peluk aku seraya selipkan bunga merah ke telingaku
Engkaulah darahku
Engkaulah putri mahkotakuÂ
Engkaulah peneruskuÂ
Kau gandeng aku sambil sodorkan tempayan
Kau belajar, kau bermain
GembiralahÂ
Karena akulah sang putri mahkota
Engkaulah sang putri mahkota, mantra ibuku kembali kudengar
Kuberjalan dalam langkah riang
Naik dan turun
Beberapa kali kuterjatuh
Tak perlu air mata itu, Ibuku berkata
Belajarlah setiap hari
Makin lama kau bisaÂ
Makin lama kau biasa
Akulah sang putri mahkota
Berjalan dalam langkah riang
Di jalan yang sama
Naik dan turun
Beberapa kali air tumpah di jalan
Tempayankupun kering
Aku berlari kecil kembali ke pancuran
Lagi, kuisi penuh tempayanku
Tapi kuberjalan dalam langkah yang makin lelah
Aku bertanya kepada ibuku
Adakah yang akan gantikan darahmu dariku?
Air adalah darh kita, jawabnya
Air adalah darahmu
Tak akan itu terganti Â
Kau kan jadi ratukuÂ
Kaulah sang putri mahkota Â
Berjalan di jalan yang biasaÂ
Naik dan turun Â
Dan mantera itu kembali kudengar di kepalaku
Akulah sang putri mahkota