Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bencana, Korupsi dan Sistem yang Rentan

1 Januari 2019   08:40 Diperbarui: 2 Januari 2019   22:03 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi di Hulu dan Hilir Bencana

Bencana mencatat kerusakan dan kerugian akibat bencana yang tinggi. Untuk bencana Lombok, berbagai media mencatat kerugian yang dilaporkan BNPB adalah di atas Rp 12 Trilliun. Sementara kerugian bencana Palu disebutkan di atas Rp 6 Trilliun. 

Bisa kita perkirakan,  bahwa korupsi memperburuk kerusakan gedung perkantoran, sekolah, tempat ibadah yang digoncang gempa dan bencana lain.  Bahwa biaya konstruksi bangunan pemerintah dan fasilitas publik dicatut pada saat pembangunannya. Bahwa alat alat deteksi bencana yang proses tendernya tidak sesuai standard. Dan banyak lagi. 

Ironisnya, korupsi juga banyak terjadi pada saat upaya membantu penyintas. Karena statusnya yang darurat, tanggap bencana menjadi rentan akan adanya korupsi. Banyak sistem tidak bekerja atau sengaja dilewati, agar bantuan tanggap bencana dapat dilakukan. Atas nama kedaruratan, potensi dan risiko korupsi menjadi lebih besar. 

Studi global dari Transparency International tahun 2017 terkait perlunya resolusi kolektif pada kondisi kedaruratan dan kebencanaan mencatat kasus kasus korupsi pada bencana besar atau situasi darurat di berbagai negara. Studi tersebut melaporkan bahwa korupsi pada kondisi kebencanaan bisa terjadi sejak proses kajian kebutuhan kebencanaan sampai dengan eksekusinya. Korupsi pada situasi darurat dan bencana dapat  muncul dalam beberapa bentuk.

Pertama, korupsi dapat mulai ada dengan cara mempengaruhi hasil kajian kebutuhan bencana dan rekomendasinya.

Kedua, tanggap bencana dilakukan berdasar preferensi individu atau lembaga tertentu. 

Ketiga, dukungan tanggap bencana dan bantuan pasca bencana tidak dilakukan berdasar kebutuhan penyintas.

Keempat, pembiayaan ganda pada biaya operasional untuk kerja yang sama. Jenis pekerjaan yang sama dilaporkan kepada dua lembaga yang berbeda. 

Kelima, yang juga serius, menggandeng organisasi 'kawan' untuk menjadi lembaga penyalur dana dan bantuan. Hal ini bisa terjadi karena 'percaya', tetapi tetap juga berarti KKN. 

Keenam, yang juga sering terjadi, menggunakan mutu di bawah standard harga yang dilaporkan. Hal hal terkait spek dan teknologi atau standard yang ada pada barang yang dibeli atau ditenderkan bisa berbeda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun