Â
  Â
Akhir akhir ini, kerelawanan kalangan muda menjadi lebih populer dalam kontribusinya pada perubahan positif di masyarakat. Kerelawanan kalangan muda juga dapat dimaknai sebagai sebuah mekanisme pelibatan pada perdamaian dunia. Selanjutnya, pada kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan "Sustainable Development Goals", ajakan pelibatan kelompok muda diartikulasikan melalui kerelawanan (UNV, 2014).
Siapa relawan muda?Â
Menurut piagam persatuan bangsa bangsa, definisi kelompok muda mencakup mereka yang berusia antara 15 sampai dengan 24 tahun (UNESCO). Sementara menurut Undang Undang RI No. 40 Tahun 2009, definisi pemuda adalah warga negara Indonesia berusia 16 sampai 30 tahun yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan.
Adapun seorang relawan adalah inidividu, perempuan atau laki laki, yang menawarkan diri mereka untuk melakukan suatu tugas tanpa harapan pada adanya kompensasi finansial (Shin and Kleiner, 2003).Â
Motivasi relawan, tipologi jenis kelamin, latar belakang pendidikan dan komitmen mereka pada tugas kerelawanan menarik untuk dipahami.Â
Kontribusi Relawan Muda.
Di seluruh dunia, kerelawanan kelompok muda pada situasi bencana dapat terjadi pada ratusan jenis jenis kegiatan. Kerja layanan pengumpulan, pengerjaan, distribusi dan penyajian makanan; penggalangan dana; mentoring, pengelolaan tim olah raga, perawatan lansia, pendidikan, kesehatan, mobilisasi sosial, dan advokasi hanyalah sebagian dari jenis kegiatan mereka. Â Kelompok muda melakukan pekerjaan kerelawanannya di wilayah tempat tinggalnya, di luar wilayah tempat tinggalnya, maupun di luar negerinya.
Studi global menunjukkan bahwa pada situasi adanya bencana, masyarakat lokal adalah mereka yang pertama melakukan tanggap bencana, sebelum kelompok dan lembaga di luar wilayahnya melakukan upaya upaya. Pelibatan kelompok muda lokal pada kesiapsiagaan bencana tidak hanya memberi manfaat kepada mereka dan keluarga serta lingkungan mereka, tetapi juga membangun kepemilikan pada sistem kesiapsiagaan yang ada (Omoto & Snyder 1990). Studi juga menunjukkan bahwa pelatihan kesiapsiagaan bencana yang memadai bagi kelompok muda akan melindungi mereka dari eksploitasi dan trafficking pada masa pasca bencana (UNICEF, 2011). Namun demikian, pada umumnya masyarakat lokal juga memiliki tantangan atas keterbatasan sumber daya, karena mereka juga merupakan penyintas bencana.Â
Untuk Indonesia, Statistik Pemuda Indonesia 2017 (Badan Pusat Statistik, 2017) menunjukkan bahwa kelompok muda berjumlah 63,6 juta atau sekitar seperempat dari populasi Indonesia. Walaupun peran relawan kelompok muda pada kerja pasca bencana telah lama dikenal, namun studi ataupun catatan tentang apa peran mereka dan motivasi yang melatarinya sangat terbatas. Tulisan ini hanyalah catatan kecil dari pembelajaran atas proses mobilisasi relawan kesehatan yang bukan hanya melakukan layanan kesehatan bagi penyintas tetapi juga mengkontribusikan temuan atas penapisan kesehatan penyintas sebagai bahan Kajian Kesehatan Reproduksi Pasca Bencana di Wilayah Terdampak di Lombok Timur, yang diluncurkan pada 27 November 2018. Kajian tersebut melihat kencederungan dan pola diagnosa morbiditas yang dialami penyintas dan sekaligus memberikan pengobatan atas keluhan penyintas.Â