Mohon tunggu...
LEXPress
LEXPress Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biro Jurnalistik LK2 FHUI

LEXPress merupakan progam kerja yang dibawahi oleh Biro Jurnalistik LK2 FHUI. LEXPress mengulas berita-berita terkini yang kemudian diunggah ke internet melalui media sosial resmi milik LK2 FHUI.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Audiensi Aliansi UI Anti-Kekerasan Seksual Terkait Implementasi Permendikbud-Ristek PPKS di Universitas Indonesia

21 Juni 2022   09:03 Diperbarui: 21 Juni 2022   09:05 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama, merekomendasikan pembentukan peraturan rektor Universitas Indonesia terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sebagai pilihan yang tepat mengingat ketiga mekanisme yang telah dipaparkan sejatinya tidak secara khusus dan komprehensif menangani kasus kekerasan seksual serta masih terdapat banyak kekurangan maupun kelebihan. Peraturan rektor mengenai ini bahwasannya telah dibentuk oleh beberapa universitas lain sebagai implementasi Permendikbud-Ristek PPKS sebagai payung hukum dalam kampusnya, seperti Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual serta Peraturan Rektor UB Nomor 70 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Perundungan.

Dalam hal ini, Aliansi UI Anti-Kekerasan Seksual secara terperinci menjelaskan poin-poin yang harus termuat dalam peraturan rektor UI tentang PPKS. Pertama, definisi kekerasan seksual perlu dimuat secara lengkap berdasarkan pada Pasal 1 ayat (1) Permendikbud-Ristek PPKS. Mengenai ruang lingkup kekerasan seksual, perlu memuat bentuk-bentuk kekerasan seksual merujuk pada Pasal 5 ayat (2) Permendikbud-Ristek PPKS dan rincian kondisi yang menyatakan bahwa persetujuan (consent) korban tidak sah dalam kasus kekerasan seksual merujuk Pasal 5 ayat (3) Permendikbud-Ristek PPKS. Selanjutnya, harus dimuat prinsip-prinsip dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual seperti kepentingan terbaik bagi korban, keadilan dan kesetaraan gender, kehati-hatian, dan lain-lain. 

Rekomendasi kedua, menekankan urgensi pemenuhan syarat dan ketentuan bagi Satgas dan Pansel di UI. Setelah perumusan kebijakan berupa peraturan rektor diperlukan pula pemastian profesionalitas, akuntabilitas, dan independensi calon anggota Satgas dan Pansel sebagai pusat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di UI. Terdapat beberapa langkah dalam hal pengimpelementasian hal tersebut, yakni memastikan anggota Satgas dan Pansel terdiri dari pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa dengan jumlah mahasiswa minimal 50 persen dari Satgas dan Pansel tersebut, memastikan anggota Satgas dan Pansel memenuhi syarat yang terdapat Pasal 25 dan 29 Permendikbud-Ristek PPKS, melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja Satgas dan Pansel melalui sarana portal PPKS, menjunjung tinggi transparansi seluas-luas bagi seluruh sivitas akademika dalam pembentukannya, dan merincikan ketentuan Satgas dan Pansel. 

Rekomendasi ketiga, membentuk atau merevisi layanan pelaporan kekerasan seksual di UI. Sebenarnya, UI sendiri memiliki layanan pelaporan kasus kekerasan seksual, yakni SIPDUGA UI. Namun, layanan ini sendiri memiliki beberapa kekurangan dalam menangani kekerasan seksual, seperti menyamakan penanganan kasus kekerasan seksual dengan penanganan pelanggaran administratif lainnya dan absennya tenggat waktu dalam penyelesaian kasus. 

Rekomendasi keempat, memperkuat budaya pencegahan kekerasan seksual melalui pengenalan kehidupan kampus. Terdapat dua tahapan yang dapat dijalankan demi pengimplementasian hal ini yakni, tahapan umum yang terdapat pada tingkatan UI, misalnya dengan menyelenggarakan Program Pembinaan Kebersamaan Mahasiswa Baru (PPKMB) yang berfokus terhadap pengenalan kekerasan seksual di kampus, lalu terdapat tahapan khusus yang terdapat pada tingkat fakultas, misalnya dengan pembuatan modul yang memuat pengetahuan dasar kekerasan seksual secara rinci. 

Rekomendasi kelima, memaksimalkan peran UI dalam pemulihan korban seksual. Mengenai hal ini sendiri terdapat tigal hal yang harus dilakukan UI, yakni memperhatikan arahan dalam rekomendasi satgas berdasarkan persetujuan korban, memastikan hak korban tidak berkurang sedikitpun, mengikutsertakan pihak dalam dan luar kampus untuk memulihkan korban, mengikutsertakan lembaga penanganan kekerasan seksual di luar kampus, seperti Yayasan Pulih, LBH Apik, dan UPTD PPA Kota Depok. 

Agenda selanjutnya adalah tanggapan dari Dirmawa UI dan BLLH UI setelah mendengarkan kritikan serta rekomendasi pengimplementasian Permendikbud-Ristek PPKS dari pernyataan Aliansi UI Anti-Kekerasan Seksual. Dirmawa UI dan BLLH UI sangat mengapresiasi kegiatan audiensi hari ini. Lebih lanjut, Dirmawa UI sendiri menganggap Permendikbud-Ristek sangat membantu dalam mencegah dan menangani isu kekerasan seksual yang sangat kompleks, apalagi dengan mencuatnya isu KBGO akhir-akhir ini. 

Di samping itu, Dirmawa UI juga menanggapi beberapa rekomendasi, seperti soal penggunaan frasa "pelecehan seksual" yang dirasa hanya terbatas pada permasalahan penggunaan kata, karena pada saat kebijakan itu dibuat frasa "kekerasan seksual" belum diadopsi. Selanjutnya, beliau juga menyatakan pelaporan isu kekerasan seksual juga dapat dilakukan melalui fakultas untuk kemudian ditindaklanjuti oleh pihak universitas. Kemudian, pihak Dirmawa juga menegaskan bahwa portal untuk mengumpulkan calon Pansel baru saja dibuka bulan April sehingga pihak UI membentuk tim task-post untuk mengimplementasikan  Permendikbud-Ristek  selama masa kekosongan pada bulan Mei. 

Terkait dengan penanganan dan pencegahan kekerasan seksual sendiri, UI menegaskan ruang lingkup kekerasan seksual di perguruan tertinggi ialah saat mahasiswa melaksanakan kegiatan Tridharma. Lebih lanjut, mengenai perekrutan Satgas sendiri terdapat satu ketentuan tambahan, seperti larangan penggunaan narkoba bagi calon Satgas. Kemudian, mengenai materi pengenalan kekerasan seksual akan dikenalkan dalam OKK tahun ini. 

Berbeda dengan rekomendasi Aliansi Universitas Indonesia Anti-Kekerasan Seksual, BLLH UI justru menilai pengimplementasian Permendikbud-Ristek  melalui Peraturan Rektor tidak aplikatif. Di samping itu, BLLH juga menanggapi mengenai Satgas dan Pansel sendiri terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan yang sudah melakukan pelatihan dari Permendikbud-Ristek terlebih dahulu karena tujuan dari pembentukan Satgas dan Pansel sendiri memberikan kenyamanan bagi mahasiswa untuk melakukan perkuliahan. 

Sekalipun terdapat perbedaan pandangan dan pendapat terkait pengimplementasian Permendikbud-Ristek PPKS. Namun, diharapkan dapat mencapai jalan tengah demi mewujudkan UI yang aman dan terbebas dari kekerasan seksual melalui audiensi yang dilakukan oleh Aliansi UI Anti-Kekerasan Seksual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun