Sebelum membaca tulisan pendek ini lebih jauh, mari saya ajak anda lebih jauh lagi kembali ke masa kanak-kanak. Masa dimana keceriaan dan kepolosan dalam memandang hidup begitu bersatu, sehingga motivasi dalam berteman-pun mengalir begitu saja bagaikan sumber air di pegunungan yang jernih dan menyegarkan. Teman bagi kita dikala itu adalah bukan merupakan sebuah aset, tetapi memang mahluk yang sama-sama diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi, saling membagi kegembiraan, saling rendah hati dalam memberi ataupun saling merasakan sakit apabila ada yang tergores luka karena terjatuh setelah berlarian kesana kemari. Bagaimana sekarang kita memandang teman-teman kita ? Masihkan ada kejernihan dihati kita untuk memberi yang terbaik buat mereka ? Atau karena kesibukan berkarya yang sangat menyita waktu sehingga tidak ada sepenggal waktu untuk berbagi dengan teman-teman kita meski setetes kejernihan tetap ada di hati kita. Beruntunglah kita hidup di era tehnologi internet web 2.0 dengan terciptanya Social Media tools. Social Media tools, seperti Facebook, Twitter, Blog, Kompasiana, Koprol, atau yang lagi hangat-hangatnya dibicarakan Foursquare, diciptakan dengan tujuan mulia agar setiap manusia kembali menjadi mahluk sosial ditengah kesibukan dan rutinitas yang dilakukan. Tiba-tiba kita mendapati kembali teman-teman yang sudah sekian tahun tak terdengar kabar beritanya ataupun mendapatkan teman-teman baru dari berbagai belahan dunia ini. Dengan bertambahnya teman-teman kita, semestinya memang kita dapat menjadi mahluk sosial yang dapat memberikan perhatian, dukungan dan saling memberikan arti dalam interaksi kita di dunia maya, syukur-syukur berlanjut di dunia yang sesungguhnya. Lalu, bagaimana kalau jumlah list teman-teman di halaman Social Media yang paling utama dibandingkan dengan tujuan mulia yang harus kita lakukan ? Dalam salah satu aktivitas mengelola sebuah website klien saya yang bergerak dibidang portal berita lokal, sudah dua kali saya diberi peringatan minggu ini melalui email oleh pengembang Twitter untuk memberikan teguran kepada beberapa member klien saya agar berhenti memberikan feedback terhadap link-link penyedia jasa penambahan teman / followers secara otomatis. Twitter dengan powerful real time news publish-nya memang menjadi pilihan untuk di-integrasikan dengan portal berita lokal klien saya tersebut dalam mempublikasikan berita-berita terbaru beserta feedback info update dari semua member website tersebut disamping Facebook group sebagai sarana interaksi anggotanya. Memang kalau diamati di akun member bermasalah tersebut, sungguh luar biasa perkembangannya hingga ratusan orang per-minggunya bersedia menjadi followernya dan berasal dari berbagai Negara yang belum tentu dia mengerti bahasanya. Ironis memang, dengan pesatnya pertumbuhan jumlah pengguna Social Media malah digunakan para startup yang tidak bertanggung jawab untuk menyediakan jasa penambahan teman / followers secara otomatis bagi mereka pribadi yang lebih mementingkan jumlah list teman dibandingkan interaksi yang tercipta. Suatu ketika dengan perkembangan tehnologi yang semakin canggih dan kebablasan, secara tidak sadar kita dapat melakukan chating atau berinteraksi melalui Social Media dengan sebuah robot yang sudah terlebih dahulu diprogram untuk bisa mempelajari biodata, pengalaman beserta kebiasan kita. Hiiiiiii……. Bagaimana mungkin kita bisa memberikan perhatian atau dukungan yang murni dan mulia untuk teman robot kita ? Socialize Yours !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H