Mohon tunggu...
Levi William Sangi
Levi William Sangi Mohon Tunggu... Petani - Bangga Menjadi Petani

Kebun adalah tempat favoritku, sebuah pondok kecil beratapkan katu bermejakan bambu tempat aku menulis semua rasa. Seakan alam terus berbisik mengungkapkan rasa di hati dan jiwa dan memaksa tangan untuk melepas cangkul tua berganti pena".

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Corona dan Kebebalan Hati Manusia

31 Maret 2020   21:04 Diperbarui: 31 Maret 2020   21:09 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Covid-19. (Shutterstock)

Tuhan, sampai kapankah kan Kau hukum kami manusia Mu yang bebal ini?
Maafkan kami para manusia Mu yang terlalu angkuh dalam kesombongan dan ketamakan yang semu. 

Tak lagi Kau hukum kami dengan bencana alam yang hebat dan besar, karena manusia Mu ini tak lagi merasa takut melihat dan mendengar ketika gempa mengguncang, ketika air samudra menerjang, ketika tanah dan gunung ambruk berjatuhan.
Manusia Mu kini tak lagi gentar ketika bencana alam satu persatu menghantam bumi. 

CaraMu sekarang kini berbeda, caraMu untuk membuat kami sadar bahwa kami bukanlah siapa-siapa dan bukanlah apa-apa.
CaraMu menyadarkan kami untuk kembali sujud berlutut dibawah kaki Mu. 

CaraMu kini bukan lagi dengan mengguncang bumi dengan bencana alam lagi, melainkan sebuah wabah yang tak bisa kami lihat dan raba. 

Ketika beberapa negara yang congkak dan sombong ingin mulai mengumandangkan perang. Kau melihat dan mengijinkan wabah ini menghentikan ambisi perang yang hampir berkecamuk di bumi. 

Seakan wabah ini menjadi peringatan bagi semua insan dibumi, bahwa Engkaulah yang berkuasa menghancurkan dan memulihkan bumi yang telah banyak dikuasai ambisi jahat dan kesombongan semu.

Kecanggihan teknologi dan keluarbiasaan persenjataan perang sebuah bangsa tak ada gunanya lagi ketika satu jenis wabah saja sudah terlalu sanggup mengguncang dunia dan memporak porandakan ekonomi dunia. 

Ratapan tangis, kesedihan dan ketakutan menjadi senjataMu yang menghancurkan akan kecongkakan  hati manusia yang telah lama membatu dan membeku.
Menghancurkan kepercayaan yang selama ini terbangun. Kepercayaan bahwa manusia bisa hidup tanpa Tuhan. Manusia yang munafik yang berkata percaya kepadaMu namun lebih menyukai jalan yang jahat. 

Kini ampunilah kami yaa Tuhan. Meski kami belum tahu sampai kapan engkau menarik musibah wabah penyakit yang sedang mempermainkan kami manusia Mu sekarang ini. 

Meski ketika wabah ini berlalu masih akan ada mereka yang hidup dalam kesombongan, namun bukankah masih ada juga yang telah bertaubat kembali ke jalan Mu yang benar. 

Manusia hanya bisa meminta kepada Mu sangat empunya bumi ini agar terhindar dan terjauh dari sebuah hukuman pahit atas kebebalan hati para manusiaMu ini yang tak pernah mensyukuri dan menghargai setiap waktu yang telah Engkau beri. 

Desa Tandu, 31 Maret 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun