Serangan militer Amerika Serikat terhadap Suriah kerap menjadi bahan perdebatan panas di kalangan akademisi, politisi, dan masyarakat dunia. Dalam berbagai kesempatan, Amerika Serikat mengklaim bahwa serangan ini dilakukan demi menjaga stabilitas kawasan atau melindungi hak asasi manusia. Namun, jika dilihat dari perspektif hukum internasional, tindakan ini menimbulkan banyak pertanyaan serius, terutama terkait pelanggaran kedaulatan negara dan penggunaan kekuatan tanpa legitimasi dari komunitas internasional.
Prinsip dasar hukum internasional yang tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan bahwa setiap negara memiliki kedaulatan yang harus dihormati oleh negara lain. Pasal 2(4) Piagam PBB secara eksplisit melarang penggunaan kekuatan militer oleh satu negara terhadap negara lain kecuali dalam dua kondisi: mendapat otorisasi dari Dewan Keamanan PBB atau dilakukan untuk membela diri berdasarkan Pasal 51. Namun, serangan Amerika Serikat ke Suriah sering kali tidak memenuhi kedua syarat ini.
Sebagai contoh, dalam beberapa serangan udara yang dilakukan Amerika Serikat terhadap target di Suriah, klaim utama yang diajukan adalah untuk melawan ancaman terorisme internasional, seperti ISIS. Meskipun alasan ini tampak masuk akal dari sudut pandang keamanan global, secara hukum internasional, tindakan unilateral ini tetap bermasalah. Tanpa izin Dewan Keamanan PBB atau permintaan resmi dari pemerintah Suriah, serangan ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan negara tersebut.
Selain itu, dalih "intervensi kemanusiaan" yang kerap digunakan oleh Amerika Serikat juga menjadi topik perdebatan. Intervensi semacam ini memang telah mendapatkan tempat dalam diskursus hukum internasional, terutama setelah tragedi seperti genosida di Rwanda dan Kosovo. Namun, hukum internasional belum memberikan kerangka hukum yang jelas untuk melegitimasi intervensi sepihak. Tanpa adanya konsensus global, intervensi atas dasar kemanusiaan sering kali digunakan oleh negara kuat untuk membenarkan tindakan militer mereka, yang justru memperburuk konflik di negara target.
Di sisi lain, keberadaan aktor-aktor non-negara di Suriah, seperti ISIS dan kelompok pemberontak lainnya, memang menambah kerumitan. Serangan Amerika Serikat sering kali ditujukan kepada kelompok-kelompok ini, yang dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas global. Namun, harus diingat bahwa serangan semacam ini sering kali membawa konsekuensi besar bagi penduduk sipil yang tidak bersalah. Banyak laporan menunjukkan bahwa serangan udara Amerika Serikat di Suriah telah menyebabkan korban sipil yang signifikan, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum humaniter internasional, termasuk asas proporsionalitas dan pembedaan antara target militer dan sipil.
Lebih jauh, tindakan Amerika Serikat di Suriah menimbulkan kekhawatiran tentang preseden yang dapat diciptakan. Jika negara-negara besar dibiarkan mengambil tindakan militer unilateral tanpa konsekuensi, hal ini dapat melemahkan sistem hukum internasional yang telah dibangun sejak Perang Dunia II. Hukum internasional dirancang untuk menjaga tatanan dunia yang adil dan menghindari dominasi kekuatan militer oleh negara tertentu. Tindakan unilateral yang tidak terkendali hanya akan memperburuk ketidakstabilan global dan merusak kepercayaan terhadap institusi internasional seperti PBB.
Dalam konteks ini, penting bagi komunitas internasional untuk menegaskan kembali komitmennya terhadap penghormatan hukum internasional. Setiap tindakan militer, termasuk yang dilakukan oleh Amerika Serikat, harus tunduk pada aturan yang telah disepakati secara global. Jika serangan Amerika ke Suriah terus dibiarkan tanpa pertanggungjawaban, maka bukan hanya hukum internasional yang dirugikan, tetapi juga masa depan perdamaian dan stabilitas dunia.
Oleh karena itu, diperlukan reformasi dan penguatan mekanisme internasional agar serangan seperti ini tidak lagi terjadi tanpa dasar hukum yang jelas. Negara-negara anggota PBB, terutama anggota tetap Dewan Keamanan, harus menunjukkan kepemimpinan dengan mematuhi aturan yang mereka buat sendiri. Hanya dengan demikian, hukum internasional dapat berfungsi sebagaimana mestinya---sebagai pelindung keadilan dan perdamaian global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H