Tambang emas sering diklaim sebagai solusi peningkatan ekonomi bagi daerah, tetapi kenyataannya, dampak buruknya justru lebih besar, terutama bagi wilayah kecil seperti Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dengan luas wilayah yang terbatas dan masyarakat yang bergantung pada pertanian, peternakan, dan perikanan, keberadaan tambang emas dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, hilangnya mata pencaharian, serta kehancuran adat dan budaya setempat. Bahkan, pulau ini berisiko mengalami bencana ekologis yang bisa mengarah pada tenggelamnya wilayah akibat eksploitasi berlebihan.
1. Kerusakan Lingkungan yang Tidak Terpulihkan
a. Deforestasi dan Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Tambang emas membutuhkan pembukaan lahan besar-besaran, yang mengakibatkan deforestasi dan hilangnya habitat alami flora serta fauna. Dalam konteks Lembata, yang memiliki ekosistem unik dengan hutan-hutan kecil yang menopang keseimbangan lingkungan, deforestasi akan berdampak besar terhadap sumber daya alam dan kehidupan masyarakat.
b. Pencemaran Air dan Tanah
Proses penambangan emas menggunakan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida, yang dapat mencemari sungai, sumur, dan tanah pertanian. Masyarakat yang bergantung pada air bersih dari sumber alami akan mengalami krisis kesehatan akibat paparan logam berat, yang dapat menyebabkan gangguan saraf, kanker, dan penyakit lainnya.
c. Erosi dan Longsor
Tambang emas mengubah struktur tanah, membuatnya rentan terhadap erosi dan longsor. Pulau kecil seperti Lembata, yang memiliki topografi berbukit, akan sangat berisiko mengalami bencana ini. Longsor dan banjir bisa menghilangkan lahan pertanian dan mengancam pemukiman warga.
2. Hilangnya Mata Pencaharian Tradisional
a. Kehancuran Pertanian dan Peternakan