Masyarakat Lembata sebagian besar adalah petani dan peternak. Dengan adanya tambang emas, lahan pertanian akan diambil alih atau tercemar, sehingga tidak bisa lagi digunakan untuk bercocok tanam. Begitu juga dengan peternakan, yang bergantung pada padang rumput alami, akan terdampak akibat pencemaran air dan tanah.
b. Kerusakan Ekosistem Laut bagi Nelayan
Pencemaran air akibat limbah tambang akan merusak ekosistem laut, yang merupakan sumber utama kehidupan para nelayan di Lembata. Limbah kimia yang terbawa ke laut dapat membunuh ikan dan biota laut lainnya, sehingga tangkapan nelayan menurun drastis dan menghilangkan mata pencaharian mereka.
c. Ketimpangan Ekonomi dan Janji Palsu
Penguasa sering berjanji bahwa keberadaan tambang emas akan meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi fakta di berbagai daerah lain di Indonesia menunjukkan sebaliknya. Di Papua, misalnya, masyarakat sekitar tambang tetap hidup dalam kemiskinan meskipun wilayah mereka menjadi pusat pertambangan emas terbesar. Keuntungan tambang umumnya lebih banyak dinikmati oleh perusahaan dan pihak luar, sementara masyarakat lokal justru kehilangan sumber penghidupan mereka.
3. Hancurnya Budaya, Tradisi, dan Kearifan Lokal
a. Kehilangan Identitas Budaya
Masyarakat Kedang di Lembata memiliki adat dan tradisi yang diwariskan turun-temurun. Namun, masuknya industri tambang dan budaya luar yang menyertainya akan mengikis nilai-nilai budaya tersebut. Pola hidup masyarakat yang harmonis dengan alam akan tergantikan oleh gaya hidup industri yang cenderung eksploitasi.
b. Rusaknya Situs Sakral dan Tradisi Leluhur
Banyak wilayah di Lembata yang memiliki nilai spiritual tinggi bagi masyarakat adat. Keberadaan tambang dapat menghilangkan situs-situs sakral yang dianggap sebagai tempat leluhur, sehingga merusak keseimbangan budaya dan kepercayaan lokal.
4. Risiko Bencana Ekologis: Pulau Lembata Bisa Tenggelam?