Dalam struktur organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), hubungan antara senior dan junior sering kali mempengaruhi dinamika kepemimpinan dan pengembangan kader. Salah satu aspek menarik dari dinamika ini adalah fenomena "Kanda Dinda," yang menggambarkan hubungan antara senior (Kanda) dan junior (Dinda) yang penuh nuansa sosial dan politik. Fenomena ini sering kali menimbulkan dilema yang mempengaruhi cara kader berinteraksi, belajar, dan berkembang.
Kanda Dinda:Â Hubungan dengan Beragam Dimensi
Istilah "Kanda Dinda" dalam konteks HMI merujuk pada hubungan yang seharusnya bersifat mentor-murid, di mana senior diharapkan memberikan bimbingan dan dukungan kepada junior. Namun, sering kali hubungan ini melibatkan lebih dari sekadar transfer pengetahuan dan pengalaman. Kanda, sebagai senior, memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan pola pikir junior, Dinda. Idealnya, hubungan ini harus berdasarkan pada saling menghargai dan memfasilitasi perkembangan kader.
Namun, realitas sering kali menunjukkan adanya kecenderungan di mana Kanda memanfaatkan posisinya untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingan pribadi. Dalam konteks ini, hubungan Kanda Dinda tidak selalu harmonis dan bisa menjadi arena untuk menegakkan hierarki dan pembatasan yang merugikan Dinda.
Ruang Pembatas Kepentingan
Dalam praktiknya, ruang pembatas kepentingan sering kali muncul sebagai hasil dari dinamika kekuasaan antara Kanda dan Dinda. Pembatasan ini dapat berbentuk berbagai hal, seperti akses informasi, kesempatan berbicara, atau keterlibatan dalam keputusan penting. Hal ini sering kali membuat Dinda merasa terpinggirkan dan terbatas dalam ruang geraknya, meskipun ia memiliki potensi dan ide-ide yang dapat membawa perubahan positif.
Senior yang pragmatis mungkin melihat pembatasan ini sebagai cara untuk menjaga stabilitas organisasi atau untuk memastikan bahwa kepentingan pribadi dan kelompok tetap terjaga. Namun, tindakan ini sering kali bertentangan dengan prinsip dasar pengembangan kader, yang seharusnya memberikan kesempatan bagi setiap anggota untuk berkembang secara maksimal.
Menyikapi Dilema
Untuk mengatasi dilema ini, penting bagi kader HMI untuk memahami dan mengidentifikasi pola-pola perilaku yang merugikan dalam hubungan Kanda Dinda. Organisasi harus menegakkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan pemberdayaan kader, serta memberikan ruang bagi setiap anggota untuk menyuarakan pendapat dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.Â
Melalui pendekatan yang lebih inklusif dan demokratis, diharapkan hubungan antara Kanda dan Dinda dapat menjadi lebih konstruktif dan saling mendukung. Dengan cara ini, kader HMI tidak hanya akan mampu mengatasi dilema yang ada, tetapi juga memperkuat integritas dan efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Oleh : mahen