Sejauh perjalanan bangsa Indonesia, pendidikan menjadi poin utama pencerdasan kehidupan berbangsa. Tidak bisa di pungkiri bahwa hancurnya suatu bang bisa berasal dari sehat dan tidaknya pendidikan. Pendidikan yang sehat akan melahirkan generasi sadar "generasi yang peduli terhadap kemajuan bangsa, generasi yang tidak individualis maupun apatis terhadap kehidupan sosial" Generasi yang bukan hanya memahami tetapi mampu menerapkan pengetahuan yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak terlepas dari hal ini maka pendidikan menjadi patron penting untuk mewujudkan kesejahteraan di masyarakat.
  Sejatinya negara di bagun dengan tujuan-tujuan tertentu, yang dalam hal ini tidak terlepas juga dari negara Kesatuan Republik Indonesia. Tergambarkan dalam undang-undang 1945 di dalam alinea ke 4, bahwa dari beberapa tujuan mulia negara Indonesia salah satunya adalah "untuk mencerdaskan kehidupan bangsa". Dalam hal ini maka, jelas bahwa pendidikan menjadi sangat penting di negara Indonesia ini.
  Kurang lebih pada tanggal 16 Desember tahun 1956 menjadi hari penting dalam keputusan presiden (keppres) nomor 316 bahwa penetapan hari pendidikan nasional di tetapkan sesuai tanggal kelahiran bapak KI Hadjar Dewantara yaitu tanggal 2 Mei 1889. Sehingga setiap tanggal 2 Mei kita merayakan Hari Pendidikan Nasional.
  Dan kini di tahun 2023 bertepatan pada tanggal 2 Mei. Seperti bisanya kita kembali memperingati hari kelahiran Bapak Ki Hadjar Dewantara yang di hormati sebagai bapak pendidikan nasional dan juga memperingati Hari Pendidikan Nasional itu sendiri. Bertepatan dengan Hardiknas Ini juga perlu kita kembali untuk merefleksikan pendidikan di Indonesia yang di rasa belum tercapainya cita-cita luhur tokoh-tokoh pendiri bangsa. Masih banyak anak-anak yang di telantarkan oleh biaya pendidikan, putus sekolah dan memilih bekerja, ini menjadi tanggung jawab negara seperti yang termuat dalam UU 45 yaitu "mencerdaskan kehidupan bangsa".
  Dan dengan sistem pendidikan hari ini yang tidak lagi mendidik peserta menjadi kaum intelektual, melainkan menjadi pekerja-pekerja siap pakai yang tidak lagi perduli terhadap pengetahuan yang luas. Ruang-ruang sekolah maupun ruang-ruang kuliah di desain untuk melahirkan pendidikan yang Dehumanisasi, pendidikan yang tidak memanusiakan manusia. Dengan segala bentuk batasan-batasan yang di atur di dalamnya, maka tujuan ruang-ruang pendidikan tidak lagi seperti yang di katakan oleh tokoh pendidikan Indonesia KI Hadjar Dewantara bahwa "Tujuan pendidikan itu sendri adalah untuk menjadikan seseorang mempunyai kepribadian yang baik serta berpengetahuan luas" Pada akhirnya peserta bukan lagi menjadi kelompok konseptor melainkan menjadi perkumpulan budak yang siap di pakai oleh orang-orang kapitalis
  Dari sini si penulis bersepakat dengan Paulo Freire yang berpandangan bahwa "pendidikan yang baik adalah yang tidak menjadikan peserta didik sebagai objek pasif dan penurut, sedangkan guru adalah subjek aktif". Sehingga melahirkan Pendidikan yang bersifat negatif, di mana guru memberi informasi yang harus diingat dan dihafalkan. Akibatnya, para murid diperlakukan sebagai objek teori pengetahuan yang tidak ber kesadaran pada realitas di sekelilingnya, yang akan melahirkan pendidikan yang Dehumanisasi. Paulo Freire juga mencontohkan sistem pengajaran idealnya antara guru dan murid. Para murid diharuskan memahami bahwa kegiatan mengetahui adalah suatu proses yang tidak pernah berakhir. Sedangkan bagi para guru, mereka harus memposisikan diri juga sebagai murid yang tidak pernah berhenti untuk belajar.
  dengan berbagai bentuk kondisi yang hadir dalam dunia pendidikan hari ini mulai dari mahalnya biaya pendidikan sampai sistem pendidikan yang Dehumanisasi, maka pentingnya  membangun kesadaran bersama bahwa "untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang mulia itu, perlu dengan melakukan pemerataan pendidikan, penggratisan biaya pendidikan, serta pembebasan terhadap pikiran pelajar untuk mewujudkan pembelajaran yang humanis". Bertahan atau tidaknya suatu negara tergantung dari pendidikan yang di lakukan dengan baik dan tidak anti dialogis. Sebab yang anti dialogis adalah sifat dari kapitalis dan kapitalis adalah penjahat yang merusak kesejahteraan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H