Persaingan senjata nuklir di Semenanjung Korea juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan, baik di tingkat regional maupun global. Ketidakpastian yang disebabkan oleh ketegangan militer dapat mengganggu perdagangan internasional, mengingat Asia Timur merupakan salah satu pusat ekonomi dunia.
Negara-negara di kawasan ini, terutama Korea Selatan dan Jepang, adalah pemain utama dalam rantai pasokan global, dan ketidakstabilan di wilayah ini dapat mempengaruhi produksi dan distribusi barang secara global.
Selain itu, peningkatan anggaran militer oleh negara-negara yang terlibat dalam persaingan senjata ini dapat mengalihkan dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran besar-besaran untuk persenjataan dapat mengurangi investasi di sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Dampak Sosial dan Psikologis
Tidak dapat dipungkiri bahwa persaingan senjata nuklir di Semenanjung Korea juga menimbulkan dampak sosial dan psikologis yang besar, baik bagi penduduk di kawasan tersebut maupun masyarakat internasional secara umum. Ancaman perang nuklir yang terus-menerus membayangi menciptakan rasa ketidakamanan dan kecemasan di kalangan masyarakat.
Mereka yang tinggal di kawasan Asia Timur, terutama di Korea Selatan dan Jepang, hidup dalam bayang-bayang ketakutan akan kemungkinan serangan nuklir dari Korea Utara. Hal ini dapat menyebabkan stres, gangguan kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya.
Di sisi lain, dampak psikologis juga dirasakan oleh masyarakat internasional yang menyadari bahwa konflik nuklir di Semenanjung Korea dapat berdampak luas, bahkan melintasi batas-batas negara. Ketidakpastian ini menciptakan suasana global yang tegang, di mana masyarakat di seluruh dunia semakin merasa tidak aman dan khawatir akan masa depan yang penuh dengan ancaman.
Masalah Sosial yang Akan Muncul
Ketegangan di Semenanjung Korea juga berpotensi memunculkan berbagai masalah sosial yang serius. Salah satunya adalah kemungkinan meningkatnya pengungsi jika terjadi eskalasi konflik.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang berdekatan dengan zona konflik mungkin merasa terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mencari keselamatan di negara lain. Hal ini dapat menimbulkan krisis pengungsi yang akan membebani negara-negara tetangga dan menciptakan tantangan kemanusiaan yang signifikan.
 Hal ini akan memperparah keadaan dunia di mana hingga tahun 2024, jumlah pengungsi di dunia akibat perang dan konflik sendiri sudah mencapai lebih dari 37 juta orang. Data ini mencakup pengungsi internasional yang terdaftar oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Jumlah ini termasuk pengungsi yang melarikan diri dari berbagai konflik, seperti perang di Suriah, Afghanistan, dan Ukraina.