Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam Takbiran Terakhir

21 April 2023   21:34 Diperbarui: 22 April 2023   01:19 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam Takbiran Terakhir
Oleh Lesterina Purba

Rambut yang sudah memulai memutih meskipun sepuhan rambut setiap tiga purnama berusaha membuat rambut itu hitam kembali. Mata yang sayup penuh harap menatap dengan nanar ke jalan raya. Rumahnya terletak di pinggir jalan raya yang dilewati berbagai daerah manapun. Hingga hari ini harap-harap cemas. Apakah anak menantu beserta cucunya pulang kampung?

Alangkah bahagianya dirasa apabila anak-anak berkumpul di hari lebaran. Namun tiada kabar dari anak-anaknya. Sungguh malang nasib Nenek Saidah. Padahal tetangganya sudah dari dua hari yang lalu sudah pada di rumah, semua anaknya yang di rantau pada pulang ke kampung. Menikmati hari lebaran bersama orang tua selagi masih bernyawa.

 Kembali mengkristal pelupuk mata nenek tua renta itu. Di masa tuanya anak-anaknya sangat sibuk bahkan sudah hampir 6 tahun mereka tidak pulang kampung.

Nenek Saidah ditinggal sendirian di rumah yang luas namun sepi. Hanya lampu temaram dan foto keluarga yang menemani. Yang menjadi pelipur lara hanya foto lima tahun lalu bersama kekasih jiwa serta kedua anaknya. Kedua anaknya tak sedikit pun mau meluangkan waktunya untuk melepas rasa rindu yang mencokol di dada. Hanya lewat udara mereka mengucapkan selamat hari lebaran. Dan mengirimkan uang sebagai obat kangen. Nenek Saidah tidak butuh itu, meskipun makan ala kadarnya tapi berkumpul bersama merayakan hari lebaran. Kebahagiaan yang dinanti. Kedua anaknya hanya berjanji, diusahakan pulang.

Namun sudah hari H, besok sudah lebaran. Malam ini sudah banyak yang lalu lalang kendaraan, malam takbiran. Suara petasan bersahut-sahutan. Nenek Saidah masih menunggu di beranda rumah.

Bu Mariah menyapa Nenek Saidah, tetangga yang selalu peduli keadaannya. Seperti biasa selalu menyapa dan peduli padanya.

"Kapan anak-anak pulang, apakah mereka sudah di jalan Nek," ujar Bu Mariah, mereka sudah dekat rumah Nenek Saidah.

"Tidak berharap Bu Mariah, anak-anak sudah mengirimkan uang minggu lalu sebagai pengganti obat kangen," dengan suara terbata-bata menahan rasa rindu dan kesepian yang mendalam Nenek Saidah mulai terisak.

"Sabar ya Nek, anggap saja kami keluarga terdekatmu, rumah kami selalu terbuka untukmu," Bu Mariah menenangkan Nenek Saidah sambil memeluk dan menyemangatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun