Ibu Guru Bertongkat
Hari sudah sore. Jam terakhir sudah selesai. Kelas XI dan XII pulang paling terakhir. Masih ada rasa bahagia baru bertemu dengan anak-anak. Tidak terasa capek karena ada rasa senang dan gembira. Setelah berapa bulan tidak berinteraksi.
Aku beres-beres, buku paket disusun rapi di atas meja. Jam mengajar sudah selesai sekitar jam 15.55 WIB, anak-anak OSIS masuk ke ruangan. Mereka mau rapat, sebentar lagi bulan Agustus dan mau mengadakan lomba untuk perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka menyapaku. Sebenarnya ada rasa risih berlama-lama di ruangan itu.
 Dan sebelumnya ruangan itu adalah ruangan OSIS. Berhubung aku belum bisa naik ke lantai 3 dan 4, ruangan untuk mengajar disediakan di bawah. Sementara waktu, aku memiliki ruangan khusus. Jadi anak-anak datang ke kelasku untuk belajar.
Setelah aku selesai beres-beres. Kupakailah senjata pamungkas, saat ini kaki masih 4. Masih pemulihan. Dengan kerepotan itu, ternyata menggugah hati seorang anak. Aku sudah mulai mengatur strategi agar bisa berjalan leluasa meskipun menggembol tas.
"Bu, bisa kubantu," ujar seorang anak laki-laki menawarkan diri untuk membawa tas dan tempat bekalku.
 Memang sungguh sangat merepotkan tangan dua-duanya pakai tongkat. Sengaja tasnya selempang memudahkan aku menggembolnya. Posisi tas di belakang. Tetapi anak lelaki ini tidak tega.
"Eh iya Nak, kamu Rayan ya," ujarku.
"Bukan Bu, tapi aku memang sekelas dengannya. Aku Aditya Bu, ketua kelas XI MIPA 4 dulu." Aditya mengingatkan aku.
"Oh iya Nak, maaf ibu lupa."