Kemuning berbunga lagi menghiasi senja dimana kau dan aku sedang merajut kasih. Bak air mengalir semua hal-hal yang indah terucap dari bibirmu. Sehingga aku terbius dan merasa nyaman. Seringkali beberapa pertanyaan muncul di kepala.
Kenapa aku selalu terbius dengan kata-kata sederhana tetapi bisa menyita perhatianku dan ingin segera mengukir kata demi kata untuk segenap rasa yang terukir indah di hati.
Rembang petang menyambang, matahari merona kemerahan, membuat keringat bercucuran dengan deras. Membasahi baju yang lusuh. Padi yang menguning terbentang di antara pematang yang berjejer rapi.
Teringat lagi akan janji darimu
Bahwa purnama ini engkau datang
Meminang dan mengucap janji sehidup semati
Hingga matahari terbenam aku menunggumu
Dingin mulai menyergap tubuh
Yang ditunggu tak kunjung tiba
Aku tersesat di hadirnya rembulan
Dengan langkah gontai
Menuju rumah tanpa kau di sisiku
Sisa malam kelabu hingga saat ini masih bentuk fatamorgana
Diam dan luka telah membekas hingga sekarang
Engkau tidak pernah ada kabar
Aku menyumpah serapah meluapkan amarah yang membara
Terasa sakit menghujam dada
Berkali-kali aku setiap senja menjelang
Pergi ke sudut pantai
Berseru keras meneriaki namamu
Membuang semua kekalutan, kesedihan  yang menggerogoti jiwa.
Hingga suatu senja aku bertemu dengan seseorang
Beberapa kali bertemu dan saling berbagi cerita
Dan pertemuan itu adalah jawaban dari tiadanya kabar darimu
Engkau pergi selamanya
Meninggalkan aku sendiri
Ditemani sepi
Sanggupkah aku menemukan cinta yang abadi lagi?
Erina Purba
Bekasi, 02102021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H