Surat ini kutuliskan untuk kekasih hati. Yang paling aku sayang dan kasihi.
Dear,
Belahan jiwa tersayang
Bulan Februari penuh cinta. Seperti halnya kisah cinta kita diabadikan tepat tanggal 25 Februari. Hal yang kebetulan sayang. Dua menjadi satu.
Hari ini janji pernikahan kita genap 11 tahun. Cinta yang kita miliki tetap wangi seperti bunga melati. Tiada badai yang sanggup memisahkan kecuali maut.
Aku menyebutmu mantan pacar. Kenapa mesti itu kekasihku. Karena aku masih menganggapmu pacar. Pacaran itu selalu berbunga-bunga, meletup-letup seperti gunung Sinabung menyemburkan laharnya. Dahsyatkan?
Suamiku, aku ingin kita selalu berpacaran biar pernikahan ini awet muda. Langgeng terus sepanjang masa.
Aku tuliskan surat ini buat belahan jiwa terkasih dan tersayang. Yang sedang berada jauh di negeri seberang.
Berat nian rasanya bila sehari tidak berjumpa denganmu. Seperti bumi rasanya runtuh. Kaki ini terasa tidak memijak bumi. Aku benci ditinggal, suamiku. Aku benci sendirian. Aku benci berperan ganda. Aku tidak sanggup mengayuh bahtera sendirian tanpa hadirmu di sisiku.
Duhai kekasihku, kembali lagi, aku sendiri tanpa engkau di sampingku. Engkau pergi berlayar mengarungi samudera demi aku dan buah hati. Tapi bila ditanya hatiku, aku tidak sanggup sendiri. Rasanya hidup ini timpang. Setiap sudut ruangan sepi dan sepi selalu.
Malam-malam dingin apalagi saat ini hujan setiap hari. Hampa rasanya tanpa kehangatan darimu. Entah sampai kapan waktu berpihak padaku. Tetapi yakin suatu hari nanti, engkau tidak jauh lagi dariku.
Aku berdoa siang dan malam. Biar jarak ini segera pupus kekasihku. Tiada lagi yang aku inginkan. Hanya pelukan hangatmu, dekapanmu hadir setiap waktu. Suamiku, dupa-dupa setiap waktu pasti suatu hari nanti digenapi oleh-Nya. Kita bergandengan tangan lagi mengarungi bahtera rumah tangga.