Dear, Diary
Aku bercerita lagi kepadamu, bagaimana awalnya mempunyai hobi baru di dunia kepenulisan. Menulis adalah hal baru bagiku, tak punya harta yang bisa diwariskan. Cuma harta kepenulisan buat anak dan cucu.
Bumbu yang diracik sedemikian rupa menjadi enak. Rasa ini begitu legitnya. Dapat jodoh semua terasa indah. Menjadi Mama muda hal baru bagiku. Harus cekatan membagi waktu ditambah kami dikaruniai buah hati yang baru saja lahir melengkapi indahnya pernikahan kami.
Aku menikmati menjadi istri dan ibu, tapi di selang waktu senggang kadang aku bingung mau mengerjakan apa yang bisa berarti untuk keluarga kecilku. Setiap pertumbuhan buah hati kami foto melalui kamera saat itu.
Tak terbersit keinginan untuk menulis semua pertumbuhan anakku. Aku semakin hari merasa ada yang kurang. Setiap hari hanya mengaploud foto terbaru buah hati tanpa cerita di dalamnya. Melirik teman- teman facebook menulis kegiatan si buah hati.Â
Aku juga tergerak hatinya untuk mulai menulis perkembangan buah hati setiap hari dan suami semakin hari melimpahkan kasih sayang untukku. Aku bahagia semua kutulis di buku diary.
Belahan jiwa juga membantuku jika aku masak sebelum berangkat kerja, buah hati kami dimandikan dulu. Tak dibiarkannya aku terlalu lelah.
Setelah banyak berkelana di Facebook ada saja yang kutuliskan, semua tentang kehidupanku. Lama-lama keinginan untuk menulis itu ada. Aku mulai menulis di beberapa wadah. Termasuk Kompasiana yang ternyata ada upah menulisnya, aku semakin semangat.
Proses kelahiran anakku yang pertama dan kedua semua kutuliskan di sini.
Menikah merupakan hal yang kutunggu setelah 20 tahun bertemu dengan seorang pangeran impian. Setelah menikah pasti dong ada keinginan punya anak. Sebulan menikah belum ada tanda-tanda kehamilan.Â
Kami tidak putus asa, cuma aku merasa khawatir juga. Apakah karena umurku? Tapi putus asa itu kutepis, kami berdoa sebelum melakukan hubungan intim. Doa kami terkabul aku hamil. Hanya sebulan kosong. Bulan berikutnya aku positif hamil. Betapa bahagianya saat itu.