Masih kuingat jelas masa kecilku yang penuh kebahagiaan bersama nenek tercinta. Yang selalu kukenang sepanjang massa. Yang telah merawat kami dengan penuh kesabaran dan ikhkas. Nenek seorang petani kopi Robusta yang paling luas di kampung kami. Kampung kami Desa Merek Raya terletak di Simalungun Sumatera Utara, kampung tercinta selalu kukenang  dan ingin pulang.
Nenek mempunyai anak 11 orang, saya cucu dari anak sulungnya. Dulu dia pernah sekolah SR( Sekolah Rakyat) dia sangat pintar. Tapi zaman dulu perempuan tidak boleh sekolah tinggi-tinggi. Katanya buat apa sekolah tinggi- tinngi toh menikah juga. Yang menikmati keluarga suamimu bukan kami kata orang tuanya. Akhirnya nenek tidak bisa melanjutkan sekolah. Terima nasib jadi petani sejati.
Nenek seorang yang ulet, cantik, rajin dan menjadi bunga desa. Banyak yang naksir tapi yang dia suka hanya satu yaitu kakek. Dia menikah umur 16 tahun, sangat muda bukan? Yah zaman dulu kalau tidak cepat-cepat menikah jadi gunjingan orang. Perawan tua, anaknya tidak laku.
Kakek seorang pedagang atau tokeh kerbau, dia sering keliling desa. Mencari kerbau untuk di jual kembali, ibarat kata kalau sekarang di sebut agen. Kakek sangat terkenal ramah, banyak pelanggannya. pelanggannya selalu mencari dia, kakek suka menolong orang. Pernah ingat waktu itu ada beberapa orang menginap di rumah, dan mereka di pekerjakan di ladang kami. Ladang kami cukup luas. Ada 4 tempat ladang kami. Yang dekat namanya Juma Kehen (ladang yang di seberang rumah)  kami terletak kira-kira 250 meter. Ladang ini terpisah karena ada jalan kampung yang bisa di lewati dua mobill.  Yang sebelah kanan dari rumah waktu itu di tanami  kopi  seluas 800 meter. 200 meter lagi, tanaman lainnya seperti cabe, jahe, singkong, pisang dan ada juga durian, jengkol, petai, terus di pinggir ladang di buat pagar dari batang singkong sekalian bisa buat sayur.
Juma buttu (ladang yang di bukit) dari rumah berjarak 200 meter, di sini di tanami kopi Robusta.  Di Juma  Buttu ada juga tanaman Rias. Pohon jengkol dan petai. Semua ladang nenek di tanami kopi Robusta.
Ladang yang jauh dari rumah, jalan kaki ada 1 km, waktu itu belum ada angkot ke kampung "Tangar Logou", ini ladang yang sangat luas 1000 m. Dan sangat subur, jarang kami memberi pupuk tapi tetap saja hasil panen di luar dugaan. Tapi perawatannya sangat apik. Nenek selalu cerewet masalah ini, dari tunas pokok kopi sampai rumput selalu di bersihkan. Pokok kopi sering berlumut ini juga tak luput dari tangan gesit nenek, semua bersih. Tak heran  hasil panennya bisa sampai tiga kali lipat dari ladang yang lain. Selain kopi ladang ini juga di tanami cabe, cabe tumbuh subur sampai pokokya melebihi tinggi manusia dewasa. Hebat bukan? Kata orang nenek memang bertangan dingin, apa saja yang di tanamnya pasti tumbuh subur dan hasil panen yang sangat memuaskan. Selain cabe, Nenek juga menanam jahe, sama hasil panen tetap memuaskan.
Bisa di bilang ladang itu gudang berlian, karena tanahnya subur, sayang saja jauh dari rumah. Kalau ke ladang " Tangar Logou" pasti bawa bekal mentah, jam 06.00 WIB sudah berangkat dari rumah. Kita yang sekolah harus datang ke ladang, karena makanan hanya ada di ladang. Dan wajib membantu nenek di ladang, apalagi kami sudah besar, bisa menggunakan cangkul untuk membersihkan rumput di ladang dan memetik buah kopi yang lagi panen.
 Karena ketelatenan Nenek maka ladang kopinya dapat penghargaan dari pemerintah setempat (1990). Dapat hadiah berupa mesin gilingan kopi dan pupuk ada sekitar 30 karung. Sangat bangga bukan punya nenek yang gigih dan ulet. Membuat saya selalu termotivasi kalau nenek seorang pejuang, tidak hanya di keluarga tapi di masyarakat juga. Pelajaran hidup yang sangat berharga. Kegigihan dan semangatnya yang tinggi yang tak kenal lelah.
Sampai usia 75 tahun dia tetap ke ladang, semangatnya tak pernah pudar. Padahal sudah sering dia nyasar kalau pulang dari ladang. Akhirnya di umur 80 tahun, matanya tidak bisa melihat lagi karena kena katarak. Â Dia tidak mau operasi katarak, karena kakek dulu operasi katarak tetap saja tidak bisa melihat. Semenjak itu dia mulai sakit-sakitan. Dan tidak bisa ke ladang lagi.
Nenekku meninggal bulan April  2015, jika kita dekat seseorang, perasaan kehilangan mulai terasa seminggu sebelum nenek meninggal. Yang aku rasakan saat itu ingin nyanyi lagu-lagu sedih dan tanpa sadar menyanyi lagu-lagu perpisahan, atau "Kidung Jemaat"  yang bertema lagu untuk orang meninggal.
Itulah kisah nenekku seorang petani sejati. Apa yang telah di perbuat nenek adalah kenangan yang tak pernah ku lupa semasa hidupku. Jika  aku mulai rapuh, aku teringat nenek, ini belum seberapa dan aku bangkit lagi. Perjalanan hidup masih panjang, jalani dengan kerja keras, berdoa dan jangan lupa jika sudah sukses nanti tetap rendah hati.