Pagi itu jalanan cukup ramai. Terlebih di persimpangan antara Jalan Babarsari dengan Jalan Selokan Mataram. Kendaraan yang melaju dari arah barat, utara dan selatan sama banyaknya. Hanya lalu lintas dari arah timur yang agak lenggang. Kicauan klakson menjadi bebunyian yang akrab bagi setiap pengendara yang kerap kali melalui persimpangan tersebut. Dua kendaraan, entah mobil versus mobil, mobil versus motor, atau motor versus motor, yang nyaris bersenggolan bukan pula merupakan pemandangan yang aneh di tempat itu.
Pemandangan di atas hanyalah potret dari sepenggal jalan di kawasan Babarsari. Sejak awal dekade 2000-an, jalan yang menghubungkan Jalan Solo dengan Ringroad Utara ini menjadi sangat ramai. Padahal, jauh sebelumnya, kawasan di sepanjang Jalan Babarsari ini lebih dikenal sebagai tempat “jin buang anak”. Jalan yang dulu sering disebut Jalan Hillary Clinton ini, karena konon dibuat untuk menyambut istri dari mantan Presiden Amerika Serikat tersebut, mulai ramai sejak banyak mahasiswa pendatang masuk ke kawasan ini. Kini, kawasan di sepanjang Jalan Babarsari menjelma menjadi tempat yang paling menggiurkan bagi pelaku usaha. Harga tanah di pinggir Jalan Babarsari melambung hingga empat juta rupiah per meter persegi. Toko, restoran, kafe, dan tempat karaoke tumbuh bak jamur di sebelah kiri dan kanan Jalan ini.
Banyaknya aktivitas yang dilakukan di sepanjang jalan antara Ringroad Utara dan Jalan Laksda Adisucipto ini tak pelak membuat kawasan ini terasa padat dan sumpek. Hal ini diakui oleh Aldi, mahasiswa PTN di Yogyakarta. “Saya paling males lewat situ. Pasti penuh, terus yang naik (kendaraan) pada ngawur-ngawur gitu,”ungkapnya. Menurut Aldi, kesan padat di kawasan sepanjang Jalan Babarsari ini disebabkan oleh banyaknya gedung bertingkat di kiri dan kanan jalan serta jalanan yang sempit. Kondisi jalan yang rusak di beberapa bagian menyebabkan ketidaknyamanan dalam berkendara ketika melintasi jalan ini. Yang mengherankan bagi Aldi, meskipun kondisinya sedemikian parah dan tidak nyaman, Jalan Babarsari ini masih banyak dilalui orang.
Senada dengan Aldi, Devi, mahasiswi di STIE YKPN, mengeluhkan hal yang sama. Setiap hari ia harus melalui Jalan Babarsari. Menurutnya ada beberapa bagian di Jalan Babarsari yang mestinya ditata dan diatur oleh polisi agar pengendara dapat berkendara dengan nyaman. Lokasi yang dimaksud Devi adalah persimpangan antara Jalan Babarsari dengan Jalan Selokan Mataram, serta pertigaan di depan Depok Sport Center atau lebih sering disebut sebagai pertigaan Citroulli. Devi merasa Jalan Babarsari bukan merupakan tempat yang nyaman untuk beraktivitas. “Pagi-pagi udah ramai. Kalau siang mau cari makan juga ramai. Kalau kebetulan pulang malem juga ramai,”keluhnya.
Kenyamanan dan keamanan dalam berkendara merupakan tuntutan setiap penghuni kota. Kawasan di sepanjang Jalan Babarsari yang kini berubah menjadi kawasan yang sibuk tampaknya terlambat dalam memenuhi tuntutan itu. Bisa dibilang sudah agak terlambat untuk menata pertokoan dan arus lalu lintas di sepanjang Jalan Babarsari. Selama kampus-kampus besar yang ada di sepanjang jalan ini masih beraktivitas, dipastikan Jalan Babarsari akan bertambah padat. Semoga saja segera ada solusi terkait masalah yang menumpuk di sepanjang Jalan Babarsari ini. Tentunya akan terasa lucu jika etalase Kota Yogyakarta ini berwajah muram dan semerawut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H