Di tengah wabah pandemic seperti ini kebutuhan pangan pokok adalah hal yang utama harus dipenuhi. Memasok bahan makanan di rumah untuk disimpan dalam jangka waktu beberapa lama, merupakan pilihan untuk berhemat dalam kondisi seperti sekarang ini.
Tapi bagaimana jadinya kalau ternyata terdapat kecurangan bahan pangan pokok yang biasa kita beli untuk kebutuhan sehari-hari??
Belum lama ini, beredar di sejumlah telur infertile beredar dipasaran.
Telur infertile sebenarnya adalah telur yang hendak ditetaskan, namun karena tidak mengalami perkembangan embrio menyebabkan telur gagal untuk menetas.Â
Telur infertile atau lebih dikenal dengan telur HE (Hatched Eggs) berasal dari perusahaan pembibitan (breeding) ayam pedaging (ayam broiler) yang gagal untuk menetas atau memang sengaja tidak ditetaskan dikarenakan suplai anak ayam DOC (Day Old Chick) sudah terlalu banyak sehingga biaya menetaskan telur lebih malah dari harga menjual DOC.
Kendati demikian, sebenarnya telur inferil ini masih layak konsumsi lho.
Menurut Direktur Jendral Perternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita menjelaskan, sebenarnya telur ini layak konsumsi. Namun, telur inferti berasal dari ayam betina yang sudah dibuahi pejantan sehingga lebih cepat membusuk.
Dikarenkan telur ini cepat membusuk, telur HE tidak diperkenankan untuk dijual dipasaran. Mengingat distribusi telur yang memerlukan waktu sampai berhari-hari untuk sampai ke tangan konsumen. Seharusnya, telur HE dikonsumsi kurang dari 1 minggu setelah keluar dari perusahaan pembibitan.
Beredarnya telur HE ini dipasaran mengganggu harga produksi telur ayam negeri yang diproduksi peternak ayam layer. Lantaran harga telur HE yang jauh lebih murah dibandingkan harga telur ayam ras.
Harga telur HE hanya berada dikisaran Rp 7.000/kg, jauh dibawah harga telur ayam ras yang umumnya dijual di pasaran dengan harga di atas Rp 20.000/kg.