Post-power syndrome, adalah gejala yang terjadi di mana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini.Â
Penderita Post Power Syndrome selalu ingin mengungkapkan betapa bangga dengan masa lalu yang dilewatinya dengan jerih payah yang luar biasa (menurutnya).
Post power syndrome (PPS) sindrome ini terjadi pada orang yang tidak bisa menerima hidupnya, indipidu yang semula merasa hebat tetapi secara tiba-tiba kehilangan semuanya, yang sering juga disebut syndrome pensiun.Â
Post power syndrome bukan diartikan sebagai kekuasaan atau pekerjaan, Melainkan dikonotasikan sebagai sosok yang tadinya aktif, banyak kegiatan, mendadak hilangan semua sehingga timbul ketidaknyamanan.
Post power syndrome merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan ketidakmampuan individu melepaskan apa yang pernah dia dapatkan dari kekuasaanya dahulu. Tetapi post power syndrome dapat juga timbul pada orang-orang yang bukan pernah menjabat, Syndrome ini bisa timbul pada orang yang bingung merasa nantinya tidak mempunyai kegiatan, sehingga menimbulkan ketidak nyamanan tertentu.
Orang yang rentan terkena post power syndrome adalah:
- Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain. Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
- Orang-orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain.
- Orang-orang  yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala- galanya atau merupakan hal yang sangat berarti dalam hidupnya.
- Antara pria dan wanita, pria lebih rentan terhadap post power sindrome karena pada wanita umumnya lebih menghargai relasi dari pada prestise, prestise dan kekuasaan itu lebih dihargai oleh pria.
Artinya orang yang mengalami post power syndrome adalah orang-orang yang tidak bisa menerima perubahan yang terjadi, dan perubahan itu terkait dengan kehilangan aktivitas, hilangnya jabatan atau kekuasaan , Â hilangnya harta, dan sebagainya.
Gejala post power syndrome biasanya bermacam-macam diantaranya, bisa jadi marah, mudah tersingung, kesal, iri, atau sebal, dan apapun yang dikerjaakan orang selalu salah dimatanya. Dan jika terus berlarut-larut, tidak mustahil gangguan jiwa yang lebih berat akan dideritanya, Â Sudah tentu orang yang terkena post power syndrome ini butuh psikoterapi .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H