Mak-mak jika sudah masuk mall jangan ditanya soal senengnya. Meskipun jalanan padat, berdebu, atau jarak 16 km pun akan diterjang. Niatan belanja khususnya belanja pakaian. Seperti siang ini. Jalan berlubang di mana-mana, tidak rata bak jalan makadam. Menyusuri dengan semangat sambil membayangkan berbagai pajangan batik yang diap diborong.
Tidak direncanakan, hanya karena salah satu ide teman.
"Ada toko batik baru dan viral bak seperti mall khusus menjual batik", menyampaikan dengan semangat. Kota yang jauh dari kota batik seperti Solo atau Jogja sebagai kiblat batik seolah-olah menggelitik dan merayu untuk on the way. Balanja batik, cuy! teriak hati. Apalagi ada embel-embel murah tetapi kualitasnya tidak mengecewakan.
Perjalanan tidak kurang dari 30 menit sampai, meskipun penuh ujian. Ujian jalan berlubang, bau Lapindo masih saja setia mencumbu hingga sampai di dada. Debu tentu saja belambai-lambai hingga menggapai hidung nan tak berbulu seperti hidung saya. Jika saja masker ini tidak menghalangi pasti sudah menumpuk kotoran hidung di sana.
Parkiran yang luas dan ramah sapa Si Tukang Parkir membuat pikiran saya kembali rilaks dri ketegangan perjalanan. Waw, itu batik-batik sudah pada melambaiankan tangannya kepada saya. Tahu saja, sih. Kalau saya sedang bernafsu membelimu?!
Luas sekali, seluas senyum security menyapa para calon pembeli. Alunan tembang Jawa menyambut pengunjung. Benar kata saya di awal, bahwa berkeinginan belanja batik di mall khusus batik pasti berasa beda. Pasar Bringharjo kemudian nyebrang menuju Mirota lalu harum dupa menyambut penuh kehangatan.
Mulailah memilih, dipilih, menyentuh, berlama-lama memandangi batik-batik yang diinginkan. Tak jarang pertama masuk, langsung saja memasukkan beberapa potong blus. Mau model tunik, mau model berseberangan, panjang sebelah yang lagi trendy, ada! Bawahan kuloat, rok lebar, maksi alias ketat, lengkap.
Batik Parang rusak, Parang Kusumo, motif seperti ombak yang menghantam tebing dan karang. Tak berhenti. Sesuai dengan analogi tersebut, Parang Kusumo memiliki makna bahwa sebuah kehidupan harus dilandasi oleh perjuangan dan usaha. Perjuangan nyata guna dalam rangka untuk mencapai keharuman lahir dan batin. Bagi orang Jawa, keharuman yang dimaksud keharuman pribadinya tanpa meninggalkan norma yang berlaku dan sopan santun. , Sido Mukti yang wajib dimiliki ibu kita dulu juga ada. Batik Keraton, Tujuh Rupa Pekalongan dengan motif tumbuh-tumbuhan dengan warnah cerah dipadu garis-garis bercampur motif keramik Tionghoa merajut mata menjadi segar untuk memandang. Berbeda dengan motif Mega Mendung sebagai ciri batik khas Cirebon dengandasar warnah yang cerah dominasi motif awan.
Batik Piring Sedapur-Magetan banyak yang menyukai. Mungkin karena motifnya yang simple. Bambu atau pring dengan dipadu hiasan burung memiliki arti filososfi hidup yang tentram. Saya memilih Batik Tambal Jogja yang berupa kain saja, secara filosofi batik ini dapat menyembuhkan yang sakit hanya dengan cara menyelimutkan.
Analogi dari masing-masing motif menyebabkan pecinta batik memburu untuk memilikinya. Disamping filosofi yang terkandung. Kesetiaan orang masih setia kepada batik menjadikan mall batik atau toko-toko batik masih saja tak pernah sepi. Yang tua maupun yang muda berlomba mengenakannya. Apalagi sudah banyak para pembatik menghadirkan motif-motif baru yang mersifat kekinian. Motif parang dipadu garis-garis mulai juga trendy. Dua motif yang berseberangan. Tetapi sarat akan makna. Apik dan indah dilihat.