Dari GPIB Immanuel, dilanjutkan berjalan kaki sambil mendengarkan kisah-kisah sejarah dari jalanan, bangunan maupun area yang kami lalui seperti Lapangan Banteng, lalu mengunjungi dan mengenal Katedral Jakarta, maka kami pun menyebrang menuju Masjid Istiqlal.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden pertama RI Bapak Soekarno menyetujui gagasan Wahid Hasyim, Menteri Agama, untuk membangun Masjid nasional Indonesia. Soekarno menginginkan  lokasi Masjid haruslah di pusat atau dekat alun-alun, dekat Istana. Soekarno juga mendesak agar Masjid dibangun di dekat Immanuel dan Katedral, sebagai lambang kerukunan dan toleransi beragama sebagaimana merupakan cerminan dari Pancasila. Maka diputuskanlah dibangun di area Taman Wijaya Kusuma/Wilhelmina.
Dikutip dari Kompas.com (22/2/2022),  Friedrich Silaban yang beragama Kristen, memenangkan sayembara disain Masjid nasional Indonesia. Dimana, saat memasukkan disain, peserta sayembara hanya boleh menuliskan nama samaran di karyanya. Sehingga penjurian pure dari disain yang diterima. Hal ini mencerminkan Pancasila dalam aktifitas sehari-hari.
Masjid nasional ini dibangun untuk memperingati kemerdekaan RI, karena itu di beri nama Istiqlal yang berarti kemerdekaan atau kebebasan.
Peletakkan batu pertama pembangunan Masjid oleh Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1961. Peresmiannya oleh Presiden ke 2 RI, Soeharto, pada tanggal 22 Februari 1978.
Arsitektur dan maknaÂ
Yang langsung terlihat pada Masjid Istiqlal, tentunya permainan garis-garis vertikal dan horizontal, juga perpaduan keduanya yang membentuk persegi.
Lantai dan dinding dilapis marmer, dihiasi ornamen geometrik dari besi antikarat. Setelah di revitalisasi, Masjid Istiqlal mampu menampung 200.000 jamaah. Saat ini menjadi masjid terbesar di ASEAN.