Mohon tunggu...
Lestari N P
Lestari N P Mohon Tunggu... wiraswasta -

hidup adalah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Terlapor Tidak Tersentuh Hukum

13 Maret 2013   02:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:53 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13631556221928865890

[caption id="attachment_248840" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi/Admin (Ajie Nugroho)"][/caption]

Masyarakat Desa Pengoreng merasa ada kejanggalan yang selalu ditutup-tutupi. Andaikan saya pejabat “tak kurungi sampean," ujar seorang warga yang kesal menceritakan kejadian pengeroyokan di desa tersebut. Warga berinisial J berkesah keluh tentang minimnya pengetahuan hukum di masyarakat. Tak tanggung-tanggung beliau menceritakan bahwa para pelaku pengeroyokan sudah sering melakukan tindakan brutal. Tetapi kalau dilaporkan selalu selesai tanpa proses dan diakhiri dengan berpesta pora.

Salah satu warga Pengoreng yang menjadi korban penganiayaan AL, AB,dan AH melaporkan kejadian atas dirinya. Pada tanggal 4 Oktober 2012 mendatangi Polres Cilegon dan dibuatkan laporannyadengan nomor STPL / 535 / X / 2012 / Banten / Res Cilegon. Pak Mufsi bertujuan mencari keadilan. Saat bersamaan yang justru paling menarik adalah timbulnya surat kesepakatan damai antara terlapor dan pelapor di Desa Pengoreng tetapi menjadi hal yang menarik karena Lurah merasa tidak membuatkannya. Kejadian pengeroyokan yang terjadi di area PT.SULFINDO mungkin harus dipertanyakan, sebab dengan dasar beberapa saksi yang turut bercerita (saudara isnaini sekuriti pt sulfindo) mengatakan dengan jelas bahwa Mufsi yang dipanggil ke pos sekuriti oleh ketiga terlapor dengan penuh kesadaran dan memang terencana melakukan tindakan penganiayaan. Kronologis singkat yang diperoleh dari salah satu warga menyebutkan saat mufsi dipanggil ke pos tiba-tiba oleh ketiga terlapor menyerang dengan brutal tanpa aba-aba, sangat hal tersebut di atas sudah direncanakan secara matang.

Pembicaraan yang terbilang singkat menjadi bahan untuk menanggapi sedikit persoalan yang terjadi di desa tersebut. Mobil tahanan kejaksaan yang sempat bertandang ke rumah terlapor latif pulang hanya membawa angin saja. Ada apa sebenarnya sehingga ketiga terlapor tidak bisa ditindak? Indonesia negara hukum artinya Indonesia menjamin tiap tiap warganya untuk mendapat hak dan perlakuan hukum yang sama. Terhitung mulai dari awal kejadian (25 sebtember 2012) sampai sekarang (10 maret 2013) ketiga terlapor masih belum ditangkap. Apakah benar ucapan para pelaku? Masyarakat enggan mengulas. Mengapa? Salah warga yang berinisial H yang masih warga Desa Pengoreng menghardik pembicaraan kami, sebutnya “ kang aje dibahas maning . Kite ngedengar sendiri kang holik takon kang latipe ngebagi bagi picis ning polres kejaksaan ( jangan dibahas lagi , saya sendiri mendengar holik , latif bagi bagi uang di polres dan kejaksaan ) .

Pelapor sebelumnya telah menerima Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dengan nomor B / 246 / XI / 2012 / Reskrim dan sangat jelas dicatatkan setelah dilakukan penyelidikanditemukan bukti permulaan yang cukup bahwa telah terjadi tindak pidana. Berdasarkan ketentuan hukumketiga bersaudara sebagai terlapor harus ditangkap dan ditahan .Hal hal seperti inilah yang selalu menjadi perbincangan ditengah tengah masyarakat . Sejak diproses di Kepolisian sampai ditindaklanjuti ke kejaksaaan banyak kejanggalan yang terjadi dan seolah olah hukum tidak mampu menyentuh para terlapor yang kenyataan sering melakukan tindakan anarkis dan bahkan sering melakukan pemalakan / pemerasan dengan mengatasnamakan Kompensasi jalan atau Kejawaraan(premanisme).

Masyarakat desa pengoreng telah mendengar langsung dari ketiga terlapor bahwa sampai kapan pun mereka tidak akan di tangkap atau di tahan .Jurus suap menyuap mungkin sudah tidak hal yang mengejutkan lagi namun justru yang sangat disesalkan adalah terlapor secara terang terangan di masyarakat menyerukan telah bagi bagi uang . Korban penganiayaan (mufsi) tanpa disadari telah kehilangan hak untuk mendapat kepastian hukum yang seyogyanya layak untuk didapat karena tindakan tindakan ketiga terlapor ini bukan yang pertama kalinya melakukan tindakan kriminal .Masyarakat bingung , resah dan tak tahu lagi kemana harus mengadukan tindakan anarkis ketiga terlapor supaya benar benar bisa diproses sesuai dengan tindakannya ? Seiring berjalannya waktu , korban yang melaporkan kejadian penganiayaan ini menjadi bahan tertawaan ketiga terlapor . Masyarakat dan khususnya pelapor mengharapkan Kapolda Banten , Kajati Banten , Kapolres Cilegon dan Kajari cilegon menindak dengan cepat dan tegas segala tindakan kriminalitas dan memohon supaya para pelaku pengeroyokan (terlapor) secepatnya ditangkap .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun