Kampus universitas Pattimura sebagai laboratorium intelektual pada prinsipnya memberikan kecenderungan kritis terhadap keberadaan masyarakat ilmiah ( Mahasiswa), di dalam mengembangkan dan merealisasikan budaya keilmuan. Ada sebuah kenyataan sosiologis terhadap upaya perubahan, yang menegasikan kondisi mahasiswa sebagai prasyarat untuk memunculkan budaya transformasi keilmuan di tengah tengah semakin menguatnya distorsi nilai nilai kampus.
Kondisi masyarakat llmiah dalam hal ini mahasiswa sebagai bagian dari kampus, secara sadar konsteks tentu fakta empirisnya menghadirkan ruang Hedon dan pragmatis  yang semakin menguat. hal ini terkonfirmasi dengan minimnya budaya membaca dan diskusi, apatisme mahasiswa didalam mengawal isu isu sentral kampus , serta lemahnya literasi dan transformasi keilmuan.
Berangkat dari kenyataan tersebut maka Himpunan Mahasiswa Islam komisariat ekonomi dan bisnis universitas Pattimura merealisasikan program lapak baca sebagai miniatur intelektual di kampus universitas Pattimura yang bertajuk kampus orang basudarah. Lapak baca sebagai suatu gerakan sosial yang di desain sebagai bentuk proyeksi intelektual di dalam membentuk Nalar kritis bagi masyarakat Ilmiah terutama kader HMI dengan penguatan kapasitas membaca dan berdiskusi.
Gerakan lapak baca yang di galakkan oleh HMI komisariat ekonomi dan bisnis universitas Pattimura di sadari sungguh dapat  melakukan perubahan perubahan yang fundamental melalui prosedur dan serangkaian prinsip penguatan Cultus budaya membaca dan dan kajian, terhadap keberadaan mindset kader HMI di cabang Ambon yang masih sibuk terlibat didalam rancangan stabilitas politik praktis  yang berbasis kultur dan prinsip kemajemukan yang kaku dan sektoral.
Terlepas dari fakta sosial yang ada, Â berdasarkan jajak pendapat sembari mengiyakan bahwa realitas keberadaan kader HMI di cabang Ambon, memunculkan proses pengabaian kecenderungan sebagai insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab terhadap terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
Dimana  prinsip yang sudah terbangun tersebut semakin memudar hal ini karena faktanya banyak kader HMI menjadikan kampus sebagai ruang kontestasi model dengan kebanggaan merek/Brand, nongkrong di ruang ruang kopi dengan menghadirkan ruang tematik politik praktis, yang lebih fatal lagi kita menjumpai sebagian besar kader mindsetnya, yang penting eksis di sosial media dengan banyak follower dan viewer , dimana media sosial semisal Facebook dan sejenisnya di jadikan sebagai Ruang expresi emosional politik untuk saling menghujat dan menjatuhkan. Â
Agenda lapak baca yang di lakukan oleh HMI komisariat ekonomi dan bisnisi sebagai prasyarat tuntutan tuntutan kritis, bagi seluruh kader di Indonesia terutama kader HMI di cabang Ambon didalam representasi normalitas kader untuk mengetik ulang dan membongkar ruang HMI yang hari ini di nilai sebagai transaksi struktural politik praktis untuk kembali menjadikan HMI sebagai transaksi gagasan.
Semoga bermanfaat
Yakusa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H