Aku mencari – cari Tuhan
di langit, di gunung, di gua-gua
di atas bangunan megah
berkubah emas, berlantai permata
.
Berteriak memanggil nama-Nya
dari Selatan ke Utara
berseru seperti orang gila
dari Barat ke Timur
memanjang ini cungur
.
Tapi, tak kutemu Ia
si Mahamisteri, yang dipuja manusia
seluruh dunia
.
Aku bertanya pada guru-guruku
jawab mereka tidak tahu
Aku tanya pemuka agama
kata mereka Tuhan ada
di rumah ibadah
.
Lantas Tuhan kucari – cari
di rumah ibadah yang katanya suci
kususuri kolong – kolong kursi
dan di balik lemari
tak juga kutemui
.
Tuhan masih juga misteri..
.
Aku berhenti mencari kebenaran
kuseret kaki sepanjang jalan
menabrak lalu – lalang orang
dengan wajah – wajah muram
tidak bahagia sepertiku
aku pun bertanya – tanya,
“apakah mereka juga belum menemukan Tuhan?”
.
Hujan datang, memetik lagu dari langit
gelegar petir dan suara air
.
Berlari aku, meneduh di sebuah gubuk
yang tidak mewah, justeru kurang adanya
berlantai tanah beratap rumbia
namun, wajah penghuninya bahagia
.
“Apa yang membuat Anda bahagia, padahal Anda tidak memiliki apa-apa dan sesiapa?”
“Aku memiliki Dia yang memelihara aku,” jawabnya
“Dimanakah Ia berada?” tanyaku seakan mendapat hadiah baru.
“Ia ada di sini,” katanya sambil menunjuk pada satu bagian tubuhnya
.
“Ia ada di hati.”
.
Percuma aku mencari hingga ke ujung bumi
ternyata Tuhan bersemayam di sini
di dada sebelah kiri
.
Ah, aku juga ingin bahagia, sepertinya.
.
“Bisa jugakah aku memiliki-Nya?” tanyaku sedih, putus asa.
“Tentu saja, jika engkau percaya. Hanya percaya.”
.
Ketika aku percaya, maka Ia pun ada.
Kini aku berbahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H