Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Abdul Azis, adalah seorang penikmat seni, dari seni sastra, teater, hingga tarian daerah terkhusus kuda lumping. Berasal dari kota Kediri

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ironi Duka Jelita Paraf Yatim (Bagian 1)

30 September 2020   22:37 Diperbarui: 30 September 2020   22:37 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto by Rome_hidayat, edit Abdul Azis

IRONI DUKA JELITA PARAF YATIM (Bag 1)

1//
Di persimpangan mentari pagi
Tergeletak bujur badan berlumur darah
Lebam bekas penganiayaan
Pemilik tubuh itu bernama
"Jelita Paraf Yatim"

Sosok yang tiap harinya
Selalu dikucilkan dari ranah kelahirannya
Perihal, Suara revolusi dari ranum markisa bibirnya
Merupakan hal yang sangat dibenci
Oleh lingkungannya yang berwatak ahli taurat Yahudi kuno
Pelarang keras nafas pembaruan
Pada sistem yang ditetapkan rezim penguasa

2//
Lalu-lalang kota semakin ramai
Namun, tak seorang pun tang mendekat mengurusi Jelita Paraf Yatim yang terbaring mangkat
Selain dara yang seumuran dengannya
Dara tersebut rupanya berpenampilan sama dengan Jelita
Yang penuh luluhan lecet kulit

Dengan suara berirama serak
Dara itu memangku jelita
Berteriak minta tolong
Kepada khalayak siang hari
Dan lagi-lagi,
Segalanya sia-sia

Lantaran dari rimbun pejalan aktivitas
Pukul sebelas hanya mendekat guna merekam
Untuk mencari ribuan like dan komen di beranda maya
Bahkan tak sedikit jua yang memilih melewati
Dengan jinjingan apatisme level up

Sehingga
Dengan keberanian pemegang megafon
Yang sama-sama berada dalam jalur minoritas
Raga ini langsung menyerobot keramaian dan membopong
Jelita Paraf Yatim tuk dilarikan ke rumah sakit
Guna memperoleh hasil otopsi dari tubuhnya

Sesampai di rumah sakit
Diri ini kemudian bertanya

"Mengapa ini bisa terjadi?"

Dengan tubuh sekonyong-konyong
Yang masih penuh dengan air mata
Ia pun bercerita tentang kisah paradigma

Kegelapan keji yang membuat tindihan plasma semakin murka pada saluran keberengsekan pemahat pilar birokrasi.
Sebab, dari orde baru sampai di zaman yang katanya reformasi
Masih marak berjalan operasi petrus
Petugas pemusnah
Organ fisik aspirasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun