Beberapa hari belakangan ini, terjadi hal-hal di luar dugan kita. Selain wabah yang mendunia ini, kita dihadapi oleh bencana alam, pembunuhan, pemberontakan dan kejadian-kejadian yang berujung kematian. Mungkin sebuah teguran sederhana dari Tuhan maupun alam untuk kita, atau barangkali karena kurangnya kesadaran kita.
Di Era perkembangan zaman ini, cobalah kita berpikir yang nyata, fakta tanpa opini berjalan. Tuangkan sesuatu yang bisa membantu dan mendukung. Sehingga apapun itu, kita saling melihat,bukan menutupi.
Buka mata hati kita, terus teranglah kepada siapa saja asalkan itu bukan cahaya buruk. Musibah yang menegur ibah kita adalah salah satu wujud ibadah dari doa kita. Kita punya alam, tapi kita tidak menjaganya. Kita punya tradisi, tapi kita sendiri yang membuatnya punah.
Pola apa yg ingin kita bangun dalam kehidupan bernegara. Pancasila punya kesaktian untuk kita terapakan. Bahwa bersama-sama seanggota merah putih harus saling membantu dan mendoakan. Bukan memberikan tafsiran bahwa ini akan ada kiamat.
Kita yang lain mungkin sekarang bisa berkumpul bersama-sama dengan keluarga kita, tapi apakah saudara-saudara kita sekarang yang mengalami bencana juga merasakan apa yg kita rasakan sekarang?.
Tidak. Mereka hanya bisa mengumpulkan air mata untuk sebuah kerinduan. Kehilangan keluarga dan hal-hal yang mungkin bagi mereka sangat berarti. Tapi satu.
Mereka tidak kehilangan kita. Kita masih punya doa sebagai kekuatan bagi mereka. Kita masih punya hati nurani dan rasa saudara akan apa yang sedang terjadi di depan mata kita. Mereka butuh kita. Kita hadir sebagai bagian dari keluarga mereka yang hilang.
Berikan mereka kekuatan, bahwa usai hujan akan ada pelangi. Bukan memberikan apa yang tidak mereka inginkan ..
Kita adalah Doa bukan Goa Tabib
Kita satu keluarga. Keluarga Merah Putih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H