Kelopak merah merekah kugalaskan di atas jalan kumuh berlubang
Mata bengal aksara menyalak rona upas
Langkah gontai penuh harap, kubuka perawanmu dari lapisan transparan
Erangan kumbang pejantan menghujam telinga
Dengan sayap-sayap patah seekor capung mengibas gerahnya jiwa
Taman demi taman kuhembuskan aroma putik dari kuncup yang merona
Hembusan angin menculik pelangi yang mengedap dalam perawan
Kumbang pecundang bersekutu dengan lembayung menyadap parfum wangi di tubuhmu
Oh...bunga rampai kuncup pertama!
kau dirampas sebelum kembang
Di tengah perjalanan cita yang mengakasa anganmu dikejutkan dengan aroma bunga kertas tak berjiwa
Satu persatu kelopakmu berguguran dalam taman aksara
Mata-mata penikmat pelangi telah ditutup kabut birokrasi
Wahai bunga rampai dalam sarung-sarung bening
Aku telah bersumpah akan mengalas jasadmu dalam keranda taman bacaan
Tetaplah berteduh di jiwa-jiwa kehausan makna
Walaupun penikmatmu hanya rerumputan di pinggir jalan negara
Dalam mimpiku aku telah melihat jasadmu diperebutkan jutaan pasang mata,
Ketika kabut menjauh dari sarung mu menembus jagad aksara
Kediri, 19 September 2020
Buah Karya: Abdul Azis Le Putra Marsyah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H