Di atas sajak-sajak marsyah
Aku mencumbui kamu
Dengan kekuatan doa
Agar kelak di suatu hari
Aku dapat memupuk keberanian kata-kata
Dikau yang bernama Adinda
Di bawah tumitmu nan sederhana
Aku menemukan lorong nirwana
Yang membuatku terpaku diam
Tanpa suara-suara sangkalan
Di tepi sorotan senja
Aku mengagumimu atas nama ketulusan
Seraya berbisik pada relung hati yang paling dalam
Agar langit bisa merestui inginku
Untuk mencium pipimu bersanding panggilan sayang
Namun, harapku yang tersemat hanyalah bertuah kecut
Perihal mulutku terkunci dalam sebutan pecundang
Hingga tak dapat mengantar rasa ini pada alamatmu
Yang jelas hanya membuatmu tahu kita hanyalah sebatas teman
Di tengah-tengah selipan mega
Aku berdiri dalam pertahanan kebodohan
Yang memungut api-api kecemburuan
Dalam bola mata amarah
Yang tak sanggup melihatmu berdekatan dengan orang lain
"Apakah aku terlalu egois?"
"Aku rasa tidak!"
Sebab nuraniku berkata apa adanya
Walaupun, sikap ksatria-nya masih terlampau penakut
Hmmm
Biarkanlah saja ini menjadi rahasia
Antara aku dan Tuhan
Bahwa cinta ini abadi memilihmu
Meskipun aku tahu kini kau telah menjadi empunya orang
Mungkin,
Ini adalah kebodohanku yang hakiki
Yang mencintaimu tanpa merangkul
Dan membiarkan kita berdua berjalan dengan nama teman
Tapi aku masih merasa yakin
Jika hari ini kau tidak mengetahui rasa ini
Maka itu hanyalah ketertudaaan semata