Mak, Jika aku benar-benar berhenti, siapa yang akan menangis pertama kali? Siapa yang akan merasa kehilangan setelah aku pergi? Siapa yang akan menyesal, lalu berharap aku kembali? Dan siapa yang kemudian sadar bahwa ternyata selama ini aku memberi arti mak?
Mak, Jika aku benar-benar berhenti, siapa yang pertama kali menyadari luka-luka yang pernah kutambatkan? Siapa yang pertama kali mengerti akan perih-perihku yang terus menghantui? Dan siapa yang pertama kali mendengar jeritan-jeritan di setiap jengkal sajak bernyawaku mak?
Jika aku benar-benar berhenti, akankah ada perubahan? Akankah ada relung hati yang tiba-tiba kosong dan merasa kehilangan? Atau kepergianku hanya sepintas kecil sebuah roda kehidupan, yang tak berpengaruh pada keadaan. Atau bahkan, samasekali tidak ada raut kesedihan.
Mak, Jika aku benar-benar berhenti, maka anganku hanya sebatas angan. Mimpiku hanya sebatas mimpi. Lalu, untuk apa aku masih bertahan, jika ternyata ada atau tiadanya aku tak menyokong perbedaan? Untuk apa aku bertahan, jika sekiranya tak ada yang peduli dengan kehilangan?
Aku lelah, mak.
Yang akan tetap berdiri paling depan, memohon paling keras, dan berdoa paling serius agar aku tetap tinggal. Ialah aku yang akan menunggu sampai luka-luka ini tanggal. Dan ialah aku yang akan bertahan bahkan disaat diri ini mulai tersengal.
Mak, aku sendiri yang akan membentengi diri ini dari segala macam usikan. Aku yang paling tangguh berdiam kan, mak? kokoh tiada bandingan. Menjadi tatahan indah milik Tuhan.
Seperti sabda bhagawad gita bertitah di dalam jiwa;Â
cinta menyadari di setiap hidup berbakti, alam titipkan pesan kearifan lewat rasa. jagadhita menyimpan madu diteguk jangan mabuk!
Permata semesta cupu manik astagina memancarkan kemuliaan menutup pintu kegelapan
Buah Karya: Abdul Azis (Le Putra Marsyah)
Kediri, 10 09 2020