seberapa tajam cadas yang hendak merobekku
saat Kau memberi ruang tunggu begitu lama
di sini, waktu menjadi jurang
tempat menampung segala gundah
berpintalan sebelum akhirnya pecah dalam darah
aku ingin pulang
pada asap yang mengalir dari rindu-Mu
membiarkan angin mengusung mautku
yang akan kembali menyala saat langit cinta-Mu berhasil kusentuh
dengan jemari air mata
mungkin juga guntur akan segera tumbuh
pada lipatan doa yang membias dari ketinggian harapku
namun siapa yang berani mengganti
kerinduanku pada serak nafas-Mu
yang kau kirim jauh sebelum aku lahir
dari garba ibu?
kunyalakan lilin pada sela-sela tulang rusukku
membiarkan seluruh darah daging mendidih
mematangkan rindu cinta dan air mata
lewat doa yang bergelantungan di ranting-ranting
malam panjangku
sujudku barangkali hanya sebatas diam
menampung keluh kesah yang Kau kirim
dalam selembar rindu yang mabuk oleh jumpa paling jeram
2007-2009
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H