Mohon tunggu...
GENTRUDIS PURBA
GENTRUDIS PURBA Mohon Tunggu... Novelis - Pencari suaka di kala sunyi

Penyair dengan lisan yang hangat mampu bercerita menyampaikan kata kata hati

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tentang Mu

2 November 2020   07:00 Diperbarui: 3 November 2020   00:05 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak tau harus memulainya dari mana
Yang aku tau,saat nama mu terbesit dalam ingatan ku
Aku hanya bisa menangis,aku gak kuat,maafin aku yah

Ketika bulan menunjuk kan wujudnya ke bumi
Di bawah pohon nan rindang ku sandar kan tubuh ini
Dan aku bertanya pada bayangan semu tentang mu

Hingga alunan angin kian memberi nada sepi
Diantara samar samar gelap dengan cahaya bulan
Telah ku selip kan sebuah kalimat
Kenapa saat mencintai,lalu hukum nya yang ku dapat?

Ros?ku genggam erat apa yang ku dapat dari mu
Bila nanti aku tidak bisa menemukan mu lagi
Maka percaya lah,
Dari setiap air mata yang merindukan mu
Akan mengukir kebahagiaan untuk mu

Kamu jangan menangis lagi yah sayang
Cukup lah air mata mu selalu menetes ketika bersama ku
Kamu tidak akan pernah tau gimana sakit nya aku sampai saat ini
Aku selalu berusaha mencari tempat di mana aku bisa tenang

Tapi sepertinya semua usaha ku sia sia
Yang ada,aku yang semakin sulit melupakan mu
Kalau saja aku bisa terbang,aku ingin melihat mu saja
Aku mau tau gimana perasaan ku ketika melihat mu,menangis kah aku?atau akan tenang?

Ya allah,kalau emang aku tidak lah berjodoh dengan nya
Maka tolong lah lepaskan ingatan ku ini untuk diri nya
Cukup yah allah,cukup sudah aku menangis,dan selalu menangis atas kepergian nya

Ketika ilalang tidak lagi berisik saat di hembus angin
Juga hutan tak lagi memiliki satwa nya
Maka rawa rawa yang mengering tak lagi memberi kehidupan bagi isi nya

Seperti hati yang meronta dari takdir
Sepi,merana,menangis,lalu ia akan pupus bersama dengan deritanya
Seperti nyala lampu teplok di tinggal sang pemilik
Lalu redup,dan berahir bersama sepinya
Seperti itu lah aku saat kehilangan mu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun