Mohon tunggu...
Leonardo Tolstoy Simanjuntak
Leonardo Tolstoy Simanjuntak Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelancer

Membaca,menyimak,menulis: pewarna hidup.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Wah,Lonceng Dari Sitampurung Diboyong ke Halmahera (Harga Rp 7,5 Juta Ongkos kirim Rp 8 Juta)

30 April 2014   23:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:00 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13988484211877698402

[caption id="attachment_334099" align="alignnone" width="448" caption="Pembeli dari Maluku sedang memilih lonceng di Desa Pandai Besi Sitampurung.(Foto:Penulis)"][/caption]

Desa Sitampurung di Kecamatan Siborongborong, Sumatera Utara, sudah lama dikenal sebagai desa produsen besi tempahan, selain pembuat giring-giring (lonceng). Aneka benda tajam, mulai dari parang dapur, parang babat, pisau, sabit pemotong padi, sampai cangkul, dari waktu ke waktu, diproduksi dari Sitampurung. Kalau di Sipoholon dikenal dengan kerajinan sitopa hudon, maka di Sitampurung sitopa bosi. Aktivitas kerajinan ini menurut warga sudah dimulai sejak tahun 1940an.

Maka saat melintas dari desa yang letaknya di pinggir jalan Siborongborong-Doloksanggul, suara gemerincing besi yang dipukul bertalu-talu, tak asing lagi di ruang telinga. Para pekerja sitopa bosi seharian sibuk kerja keras mengolah besi menjadi ragam peralatan rumah tangga dan pertanian. Tak terhitung lagi banyaknya sudah berapa banyak produksi yang beredar dari Sitampurung kemana-mana.” Saya rasa sudah jutaan,” ujar Sihombing, salah seorang pekerja satu ketika.

Selain dikenal penghasil kerajinan besi untuk peralatan rumah tangga dan pertanian, Sitampurung juga sangat kesohor dengan giring-giring tempahan warga desa ini. Sudah berpuluh tahun lamanya desa ini memproduksi giring-giring, bahkan sejak zaman penjajahan. Penyebarannya juga sudah sampai dimana-mana. Tak cuma di Tanah Batak, lonceng buatan Sitampurung sudah ada di berbagai provinsi di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan lain-lain. Tak hanya lonceng untuk gereja, juga lonceng kecil untuk sekolah-sekolah, kantor penjara, kantor polisi, dan lain-lain.

Sebagai wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Kristen, wajar jika giring-giring punya jaminan pasar. Banyak gereja baru dibangun, selalu butuh lonceng. Tak heran, kalau giring-giring Sitampurung dipesan ke berbagai tempat. Nama Sitampurung pun, makin dikenal, terutama di kalangan umat Kristen.

“Kami sedang membangun gereja di kampung kami Sosol, Halmahera Utara, saat ini menjelang rampung, tentu gereja kami membutuhkan lonceng, makanya kami secara khusus mau beli lonceng, sambil liburan tahun baru,” ujar Nerice Neru, wanita asal Halmahera, Maluku Utara, ketika berkunjung ke Sitampurung, awal Januari lalu. Dia bersama suami dan Rey Manju serta anak-anak sedang tawar menawar dengan penjual giring-giring di toko UD Sitampurung Nauli, di pinggir jalan raya Siborongborong-Dolok Sanggul, km 4. Menurut Nerice Neru, mereka tahu pembuatan lonceng ada di Sitampurung dari orang Batak yang dikenalnya di Tobelo.

Setelah tawar menawar, akhirnya sebuah lonceng ukuran besar seharga Rp 7,5 juta jadi dibeli. Lonceng yang beratnya sekitar 100 kg itu dibawa dengan mobil pribadi ke Medan, dari sana dikirim ke Halmahera. Setelah tiba di Medan, lonceng dikirim melalui Kantor Pos, karena melalui titipan kilat ongkos lebih mahal. “Ongkos pengiriman dari kantor pos juga mahal, bahkan lebih mahal dari harga lonceng Pak,”, katanya menginformasikan kepada kompasianer penulis artikel ini melalui seluler. Ongkos pengiriman via kantor pos mencapai Rp 8 jutaan. Tak apalah, yang penting sampai di tempat dengan selamat.

Gereja Masehi Injili Indonesia di Sosol, Halmahera Utara, yang menggunakan giring-giring buatan Sitampurung itu, dikabarkan makin megah sejak giring-giring Sitampurung itu dipasang. Dentang suaranya terdengar begitu kuat, menggema pada radius sekitar 2 kilometer.

Saat pertama kali lonceng tiba di tempat setelah lebih dua minggu di perjalanan, ratusan warga setempat berduyun-duyun datang ke gereja ingin menyaksikan lonceng besar itu. “Semuanya senang dan gembira Pak, gereja kami punya lonceng bagus. Selama ini gereja kami menggunakan lonceng seadanya, besi yang dipukul saat kebaktian hari minggu,” ujar Nerice Neru dan suaminya Rey Manju menelepon ke Tarutung. Disebutkan, saat pemasangan lonceng, hampir semua warga gereja datang berkerumun menyaksikannya. Lonceng itu diderek ke atas, dan setelah tiba di menara atas, semua warga pun bersorak.

Setelah tahu di Sitampurung itu juga merupakan pusat para pandai besi, banyak warga berminat memesan cangkul, parang, pisau, dan lain-lain alat pertanian. Ternyata pasaran hasil tempahan besi dari desa ini sejak lama juga sudah diminati pembeli dari berbagai daerah, terutama daerah yang mayoritas penganut agama Nasrani seperti Manado, Sulawesi Utara, Papua. Itu kalau untuk pemesanan lonceng gereja. (leonardo joentaknamo)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun