FORTUNER hitam itu melintasi pusat Kota Tarutung dengan tutup kaca gelap. Dari persimpangan belok ke kiri melewati jembatan kedua. Saat itu sudah jelang sore hari.Â
"Ini sudah pas jalannya Ram?" tanya Tonny kepada Ramli yang duduk mengantuk di sisi Dirgo yang menyetir.
Ramli mengangguk agak lesu." Ya bos, saya pernah jalan dari sini mau ke Pekanbaru. Ini jalan kalau tak salah arah Sipirok."
"Lihat rumah makannya jangan tempat yang ramai," kata Tonny.
"Ya bos, agak ke sana ada tempat kami pernah makan."
 Fortuner meluncur terus agak pelan. Tak jauh sebelum jembatan sungai, Ramli menunjuk jalan persimpangan ke sebelah kanan.
"Nah itu di sana ada rumah makan nasional, kita ke sana bos," tunjuk Ramli ke pinggiran jalan. Â Ada beberapa rumah di pinggiran sungai, dua di antaranya rumah makan. Tak begitu ramai. Hanya satu mobil parkir di halaman depan.
Dirgo mengarahkan fortuner ke depan rumah  makan. Berpaling ke Tonny. "Kita beli makanan di sini atau makan di sini aja bos?"
Tonny ragu, menoleh ke Nika.Â
"Tak usah makan di sini, beli aja dibungkus. Terlalu berisiko."
"Baik bos," Dirgo membuka pintu beranjak turun.