[caption id="attachment_336304" align="aligncenter" width="314" caption="Senja biru di Tuktuk (ilustrasi oleh kompasianer)"][/caption]
Kenapa Masih Single Women, Lamria (1)
(leonardo smjoentak)
Sesungguhnya, Lamria tak suka dekat dengan pria. Dengan catatan, jika itu menyangkut hubungan khusus. Dan Lamria komit dengan sikap itu.- Tidak akan ada seorang pria pun ada dalam kehidupanku-itulah jawabnya ketika ada pertanyaan: mengapa sampai usia senja dia masih single woman. Lamria tak suka, bahkan bisa geram ditanya tentang kesendiriannya itu.
Apakah hatimu tak lagi punya pintu? Ya. Mungkin. Terkadang Lamria merasakan kepedihan yang hanya dia sendiri yang tahu. Temannya sekantor, Betty, yang entah gurau atau serius, melontarkan pertanyaan itu satu ketika. Apa benar hatimu tak lagi punya pintu, atau sedang digembok untuk satu saat dibuka lagi? Ah kamu ada-ada saja Bet. Masak hati punya pintu. Betty menatap wajah manis Lamria, sulit mereka-reka misteri kehidupan teman dekatnya.
Tetapi Lamria sadar kiasan itu tepat dialamatkan pada dirinya. Banyak nian pria, secara diam-diam bahkan terang-terangan, mengagumi dan mencoba menawarkan cinta padanya. Sejak usianya masih berkepala 3, banyak yang melamar, apakah sebatas kekasih, atau lamaran mengajak merit. Dari perjaka di bawah umurnya, hingga duda pengusaha, pensiunan PNS, bahkan mantan pejabat. Lamria tetap saja membatu. Tak goyah. Konsekuensinya ia tahu, dirinya dianggap angkuh, jual mahal, sok pilih-pilih, sok wanita karir,dan ragam tudingan yang sebenarnya melukai hatinya. “Maaf, belum terpikir ke sana,” itu jawabnya manakala seorang pengagum mendekati.
Pada usia di level kepala 4, dan tak lama lagi bakal memasuki setengah abad, Lamria mengunci pintu hati dengan kesendirian total. Ia sibuk dengan urusan kantor, apa lagi setelah kenaikan eselon. Dari Medan pindah ke Kisaran, Sidempuan, Siantar, tetap saja memilih jadi single woman. Koq semua orang peduli dan usil tentang privacyku Bet, katanya pada Betty. “Itu tandanya banyak yang sayang padamu, tak tega melihat kamu menyendiri dalam pusaran waktu yang begitu cepat,” kata Betty. Dan kesekian kalinya Betty menyebut dirinya masuk kategori wanita menarik, bodi semampai yang menawan, tampilan berbusana yang feminin, karir di kanal PNS cerah.
Terkadang sepulang dari kantor, Lamria bercermin di kamar. Benarkah aku menarik? Feminin? Menawan? Cerah? Lamria membatin, “ Semua pria mengarahkan mata melihat perempuan dengan kriteria itu. Bagaimana kalau aku tak menarik, tak menawan, tak feminin, lalu pria akan menjauhi karena tak memenuhi standar ? Ah, pria itu egois. Bahkan ketika kecantikan perempuan sudah pudar,tiba-tiba kadar kasih sayang ikut memudar, lalu melirik ke sana kemari.
“Jangan apatis gitu dong Lam. Tak semua pria seperti kamu bayangkan. Bahkan perempuan pun di zaman sekarang, bisa juga begitu.” Betty menyanggah sudut pandang Lamria.Dan Lamria sambil tertawa menimpali, “Aku bergurau aja Bet, jangan kamu perdalam dong.”
Lamria sudah menyatu dengan rasa sunyi yang mencekam. Ia menikmati turunnya hujan tengah malam, kelip bintang mengitari bulan, deru angin kencang merontokkan dedaunan kemiri di samping rumah. Tapi Lamria paling tak suka mendengar tangis bayi tetangga yang dibiarkan, pertengkaran suami istri yang entah apa pasal krusialnya, suami mabuk menggedor pintu keras dan mendobrak seperti banteng gila karena istri telat membuka, apa lagi mendengar pasutri baru setahun tarpasu-pasu di gereja sudah berantam mau pisah. Banyak, terlalu banyak kasus membuatnya tercekam, merinding. Membaca berita koran, tayangan televisi, bahkan melihat dengan mata sendiri. Gadis yang teraniaya diperkosa lima pria mabuk Isteri dibunuh suami gara-gara dinasehati jangan main judi, anak babak belur dibantai ayah yang kesetanan. Lebih pilu hati Lamria satu ketika masih di Medan melihat seorang suami berhati serigala membabakbelurkan isteri sampai berdarah-darah, hanya karena isteri belum juga melahirkan seorang anak setelah menikah enam tahun. Lamria nyaris pingsan melihat perempuan itu diusir suami, sampai dia menyembah-nyembah di halaman rumah diguyur hujan lebat.
Lamria juga terperangah sedih menonton film percintaan Korea I cant stop loving yang amat dramatis . Setengah mati pemuda bernama Kang Bun itu mengejar gadis yang jauh lebih tua darinya, hingga akhirnya gadis perawan tua Wong Suik itu menyerah setelah diberi obat bius. Persetubuhan tanpa persetujuan sepihak. Masih mending Kang Bun menikahi Wong Suik yang memang menawan, biarpun tahu rentang usia mereka cukup menyolok.” Aku takkan berhenti menyintaimu selama hidupku,” petikan ikrar Kang Bun sesaat sebelum ke pelaminan. Perkawinan pun jadi juga, bertahan hingga anak beranak dua. Tapi pada tahun ke lima, musibah mulai merayap.Kang Bun mulai macam-macam. Main pukul, meludahi isteri, mengurung anak di kamar. Pasalnya, Kang Bun doyan judi, perempuan kafe, mabuk-mabukan. Lamria geram pada tokoh Wong Suik, yang biarpun penderitaannya selangit toh tetap sabar dan setia.” Aku takkan berhenti mencintainya,” sedu Kang Suik pada tetangga yang menyarankan perceraian.Tragedi lanjutan mengoyak hati Wong Suik,ketika Kang Bun membawa perempuan ke rumahnya. Berkurung dua hari dua malam dalam kamar. Wong Suik dan dua anaknya disuruh tidur di kamar belakang. Wong Suik memang menjerit, tapi jeritannya dihentikan dua tamparan keras di mukanya.”Pergi kamu kalau tak sudi,” raung Kang Bun menghunus pisau dapur. Wong Suik mengucurkan air mata seharian, hingga ambil keputusan meninggalkan rumahnya membawa dua anak yang manis. Di gerbang halaman rumah Wong Suik berkata sendu,” aku takkan berhenti mencintaimu Kang Bun, aku akan menanti keajaiban ketika kau sadar dan mencariku entah di mana kelak…..
Lamria menonton tragedi itu dengan mata berkaca-kaca.Ia mengisahkannya kembali pada Betty. Tapi Betty tertawa mendengarnya.” Ouallaaah, film aja pun dibawa ke hati. Itu kan rekaan penulis dan suradara. Masak kamu tanamkan di hati.”
Sambil menyeruput kopinya, Lamria berkata datar,”aku tak mau menjadi seorang Wong Suik. Aku menikmati indahnya hidup merdeka tanpa tekanan pria.”
Betty menatap mata Lamria yang berkilau.” Jadi karena itulah kak Lam menolak Maruli, Janter, Bungga, dan Gorga?” Lamria tak mernjawab. Betty menyerah.” Baiklah kak Lam, aku hanya member pencerahan bahwa Tuhan menciptakan manusia berpasangan untuk menjalani hidup hingga akhir. Kakak tau di kita orang Batak, pria atau wanita yang sendiri hingga tua selalu dipinggirkan dari kehidupan bermartabat. Coba kakak renungkan, tahun depan kakak sudah setengah abad. Kalau kita berandai-andai, saat kakak satu saat dipanggil Tuhan, dan memang semua manusia akan dipanggil, apakah nilai-nilai yang kakak tinggalkan sebagai pertanda bahwa kakak pernah ada di dunia ini. Orang bercita-cita punya teman pendamping mengarungi samudera kehidupan, punya keturunan yang akan mewarisi apa yang kita cari dan perjuangkan semasa hidup. Simpel saja kak, maafkan kalau aku terlalu jauh menerobos hak-hak pribadimu. Semuanya tergantung kak Lam juga akhirnya.”
Lamria kembali menyeruput kopi seraya menggigit emping dengan baris giginya yang putih bersih.Dengan sangat pelan, ia berkata:” Ok Bet. Tapi logikanya saat kita berandai-andai. Pada usiaku sekarang ini yang tahun depan berulang tahun ke lima puluh, masih mungkinkah aku memberi anak pada suami? Yang benar aja Bet, kecuali ada keajaiban.”
Betty menggeleng kepala, menghela napas.” Ya,itu benar sekali kak Lam. Tapi kalau sekarang itu alasanmu, coba kita flashback ke belakang. Saat usia kakak sepuluh tahun lalu masih punya kemungkinan itu, kenapa kakak terus menolak pria yang mencintai kakak. Aku tahun ini akan menikah, tapi kalaupun kelak aku tak bernasib mujur punya anak, aku takkan kecewa dan menyesal. Aku punya prinsip mengikuti kemauan Tuhan dan tuntutan kebutuhan hidup untuk memiliki teman menjalani hidup ini hingga akhir.Sebab, perkawinan tak hanya dirajut oleh kehadiran anak, melainkan oleh cinta kasih suami isteri. Banyak contoh pasangan suami isteri yang setia hingga akhir meski tak dikaruniai anak.”
Lamria menggeleng-geleng kepala.”Kalau suamimu benar setia karena sangat mencintaimu dan tak akan meninggalkanmu untuk kawin lagi, betapa indahnya itu Bet. Tapi, saat kamu nyatanya mandul lalu suamimu berkeinginan kawin lagi dengan alasan perlu keturunan, bagaimana sikapmu?
Betty tersenyum menjawab enteng,” Aku siap untuk itu kak Lam, ketika aku sadar dan mengerti bahwa itu alasan yang logis. Setiap suami isteri bercita-cita punya anak sebagai penerus generasinya. Tapi, jika takdir berkata lain, apa mau dibilang. Keberuntungan terkadang tak berpihak pada semua isteri. Agama kita begitu tegas menyatakan, yang sudah dipersatukan Tuhan tak boleh bercerai kecuali oleh kematian.”
Lamria terdiam sesaat, memainkan jemarinya yang lentik pada gelas di meja. Diskusi seperti ini sering terjadi dengan sendirinya, dipicu berbagai hal terkait. Lalu Lamria tiba-tiba berkata,”seandainya suami menceraikanmu untuk kawin lagi, bagaimana? Bukankah itu sangat menyakitkan?”
Tegar sekali Betty menjawabnya.”Segala kemungkinan ada dalam perkawinan. Itu terjadi karena perkawinan tak dirajut cinta kasih. Bukan hanya pria, perempuan bersuami pun banyak yang kabur dari suami karena terpikat kemungkinan lain yang dianggapnya lebih membahagiakan. Manusia selalu memilih, meski terkadang pilihan justru menjadi mimpi terburuk. Kalau takdir memvonis aku harus jadi canda cerai, mau bilang apa. Yang penting, bukan aku yang membuat pilihan yang salah. Aku akan menerima nasibku apa adanya, karena setiap orang punya takdir masing-masing.”
Lamria kembali menghela napas, mengetuk-ngetuk sendok kecil pada gelas kopinya. “Mungkin takdirku harus hidup sendiri, Bet. Aku harus menerimanya.”
Betty menyanggah.”Menurutku itu bukan takdir kak Lam. Itu menjadi takdir kalau ternyata tak satu pun pria pernah berniat melamar kakak. Justru kakak yang menentang takdir yang baik pada diri kakak, karena menyia-nyiakan niat baik banyak pria selama ini. Kakak terlalu sensitif dan ketakutan, akhirnya trauma. Pada hal trauma itu bisa kita lawan dengan pandangan positif ke depan.”
Lamria tertunduk menatap pinggiran meja. Menggores-gores dengan kukunya yang disaput kuteks merah muda.Dalam hati ia mengagumi Betty. Meski masih muda wawasannya begitu luas. Tak percuma Betty kutu buku. Pandangan hidupnya bercakrawala pelangi sarat filosofi. Betty penyuka Dale Carnegie dan novel-novel berkelas nasional dan internasional. Itu juga yang mempengaruhi Lamria jadi penyuka bacaan. Tapi dari sisi kekuatan prinsip hidup berwawasan ke depan, Lamria mengaku kalah telak pada Betty.
“ Sekarang aku tak punya pilihan itu lagi Bet,” kata Lamria setelah merenung sejurus.
“Kakak tak boleh pesimis. Yang penting kakak masih punya pintu hati, dan pintu hati itu masih bisa dibuka. Kakak lupakan film I cant stop loving yang melukai hatimu itu.Itu hanya ilusi pengarang cerita ,”
“ Pintu itu makin tertutup rapat karena sudah larut senja.” Lamria masih menggores-gores meja dengan kukunya.
“ Aku berperang dengan keraguan Bet, kau tahu itu kan.”
“ Kalahkan keraguan itu kak, buka pintu hatimu agar keindahan bisa masuk.” Betty menangkap sinyal di mata Lamria. Setidaknya ada tanda hati Lamria sedikit goyah. Betty berharap, berharap sekali pintu hati sahabatnya itu terbuka agar Gorga bisa masuk.
Gorga adalah pria terakhir yang pernah menyatakan cinta pada Lamria. Awalnya rasa cinta itu dicetuskan via Betty. Berkata Gorga dengan nuansa ketulusan yang kental:” Aku serius Bet, kalau ada rasa lain yang lebih dari cinta, begitulah perasaanku pada dia. Aku tak melihat ia cantik atau jelek, tak pernah terpikir dia itu PNS atau punya jabatan, aku tak persoalkan sudah berapa usianya saat ini. Aku bukan seorang pujangga yang pintar merangkai kata untuk membuatnya terlena dan bermimpi.”
Betty percaya itu. Gorga sosok jurnalis idealis pengagum komitmen cinta. Gorga pria jujur yang sedang menelusuri kemungkinan menggedor hati membatu seorang Lamria. Beberapa waktu lalu, Gorga minta nomor hp Lamria pada Betty. Awalnya Betty ragu memberikan.” Jangan sampai bocor kalau aku yang memberinomornya padamu Gor, biasa mampus aku. Kebetulan besok ulang tahun dia ke 49,” tegas Betty.
Itulah awalnya Gorga menghubungi Lamria. Berulang kali di call, Lamria tak mau mengangkat karena nomor tak dikenal. Lalu Gorga meng-sms: “Maafkan aku lancang menelpon ito. Aku Gorga, hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun pada ito.”
Ulang tahun? Dari manapria bernama Gorga itu tau hari ini ulang tahunku? Lamria tak habis pikir .Lagi pula, untuk apa lelaki tak dikenal itu perlu menyampaikan happy birthday padanya? Begitu baiknya kah pria ini? Atau, jangan-jangan pria usil kurang kerjaan, mau mengerjai seorang Lamria yang ia tahu larut dalam kesendirian?
Itu ditanyakan Lamria pada Betty di kantor. Betty dipanggilnya ke kamar kerjanya saat sedang sepi kunjungan warga.” Heran aja Bet, dari mana dia tau nomorku. Tahu-tahu ia bilang mau ngucapin selamat ulang tahun. Coba pikir, gila enggak itu.”
Betty menjawab santai.” Kalau soal nomor telepon kan gampang itu kak. Nomor hp presiden aja bisa kita dapat kalau mau. Jangan terlalu susah menebaknya kak. Mungkin Gorga salah satu pengagum berat kakak, siapa tau. Aku juga kenal dia. Dia itu pria berjiwa seni. Orangnya baik sepanjang yang aku tau”
Minggu berikutnya Betty mengatur skenario pertemuan Gorga dengan Lamria di satu restoran di mana ia dan Lamria sering makan siang. Ketika di restoran Betty diam-diam meng-sms Gorga. Tepat saat makanan sudah tersaji, Gorga muncul. Betty punya alasan untuk menyapa.” He ito, makan bareng sini aja to.” Gorga tersenyum mendekat, melirik Lamria yang tak acuh. Dia sudah memegang sendok makan ketika Betty berkata,”Kenalin, ini kakakku Lamria.”
Sungkan Lamria menerima jabat tangan pria itu.”Ganteng dan santun juga orang ini,” bisik Lamria di hati. Ia merasakan genggaman pria itu erat dan hangat, membuat Lamria merasa aneh. Gorga duduk berhadapan dengan Betty, Lamria di tengah. Gorga menyebut marganya, dan Lamria juga. Dalam pandangan Lamria, Gorga bukan tipe yang dikhawatirkannya sebagai pria usil yang memandang remeh pada gadis setua dirinya. Percakapan mengalir santai dan ceria. Sesekali Lamria ikut nimbrung tertawa mendengar selingan humoria dari mulut Gorga. Lamria tak tau sama sekali kalau pria itu telah mengirim pesan-pesan singkat padanya.
Kaget Lamria, setelah usai makan siang itu, Betty berbisik,” Kak Lam belum tau siapa dia kan. Namanya Gorga.” Hah? Sepasang mata indah Lamria melebar. Jangan-jangan dia yang sms aku hari itu?
Betty tersenyum.” Mana ku tahu kak, di dunia ini banyak orang bernama Gorga.”
Tapi seharianLamria tidak tenang. Ia ingin mencueki perkenalan dengan pria itu, seperti biasanya ia bersikap. Pria itu tak muda lagi, tak juga terlalu tua. Suara dan gaya bicaranya serta humor-humor segarnya itu melekat di benak Lamria.”Benarkah dia Gorga yang usial mengirimkan sms selamat ulang tahunku? Lamria tak bisa memastikan. Tapi ia penasaran. Betty bergurau padanya,” kalau sekiranya dia itu Gorga yang kakak maksud memangnya kenapa? Apa kakak benci dia,kan dia tak berdosa apa-apa karena mengucapkan selamat ulang tahun. Anggap aja itu berkat. Siapa tahu…
“Hah, siapa tahu apa Bet,” Lamria memotong cepat. Betty lagi-lagi senyum bermakna.”Ya siapa tau juga dia naksir kakak aja.” Lamria menonjok lengan Betty.”Ada-ada saja kau Bet, kan sudah kubilang aku takpunya pilihan lagi.”
“Itu kata kakak, tak punya pilihan. Kalau yang di atas memilih, kakak bilang apa,” kata betty sambil menunjuk ke atas.
Tiga hari kemudian, Lamria disodori kejutan lain. Saat duduk di kamar kerjanya di kantor, lewat pintu terbuka ia sekilas melihat sosok pria melintas ke arah kamar lain.Gorga! kata hatinya. Sosok pria itu mirip Gorga yang makan bareng hari itu. Lamria ingin tak peduli, tapi kenapa ia merasa ingin tahu siapa pria tadi. Lamria berpura-pura sibuk dengan kertas-kertas di mejanya, tapi diam-diam melirik ke pintu. Dan sikap itu seakan mengundang kejutan lain.Dilihatnya Gorga nyelonong masuk ke kamar kerjanya diantar seorang gadis pegawai.”Maaf Bu, surat keterangan bapak ada di meja ibu, kemarin belum diteken.”
Lamria kelimpungan. “Surat yang mana Sis?” Siska berkata,” yang atas nama Gorga,Bu, kemarin sudah di meja ibu.”
Buset, rupanya pria itu ada urusan pula ke kantorku, batin Lamria seraya memeriksa lembaran-lembaran kertas di mejanya.”Silahkan duduk,” katanya pada Gorga.
Mulanya biasa saja, petikan syair lagu Pance disenandungkan Meriam Bellina. Belakangan Lamria suka berandai-andai.Tapi kadang rasa malu datang menyergap. Lamria terombang-ambing. Merenung setiap kata yang pernah dicetuskan Betty. Kalahkan keraguan itu kak,buka pintu hatimu agar keindahan bisa masuk.
Pertemuan selalu bisa terjadi, entah diprogram atau kebetulan. Di kedai bandrek juga “kebetulan” Gorga muncul. Bertiga dengan Betty akhirnya minum bandrek bersama, seraya mencicipi goreng pisang hangat. Pada HUT Kemerdekaan nonton bareng aneka permainan. Betty selalu ikut, sehingga Lamria tak merasa canggung. Perlahan keakraban makin terajut. Lamria sudah makin sering tertawa, menambah manis wajahnya di mata Gorga.”Ternyata meskipun dia pendiam, enak juga dibawa cerita,” kata Gorga pada Betty. Dan Betty menimpali,” teruskan aja perjuanganmu Gor, kalahkan dia dengan kesabaran, kalau memang kamu serius.”
Aku serius. Gorga mendeklarasikan komitmennya setiap hari. Bahkan bermimpi bahagia sudah menemukan wanita idaman. Orang lain mencari gadis muda, aku ingin yang sepadan. Pokoknya aku cinta dan sayang Lamria. Maka Gorga merangkai semuanya dengan persahabatan, komunikasi, dan itu semua dibawanya ke dalam mimpi.(next part two)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H