Mohon tunggu...
Leonardo Tolstoy Simanjuntak
Leonardo Tolstoy Simanjuntak Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelancer

Membaca,menyimak,menulis: pewarna hidup.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Seindah Pelangi Senja (106)

26 Oktober 2015   21:26 Diperbarui: 26 Oktober 2015   21:26 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Danau Toba bagai lukisan kontemporer saat perpaduan gelap malam dengan sisa senja yang perlahan terkikis gulita. Pelangi senja menghiasi horison dengan pernik warnanya yang memukau. Permukaan danau bagai gurun yang rata dan diam tanpa riak. Benar-benar seindah goresan pelukis kaliber dunia yang paling  spektakuler.

Indahnya pelangi senja yang melengkung di kaki langit hampir tak diperhatikan Nika dan Riko yang terbius romantisme yang indahnya melebihi lukisan apapun. Dekap mesra selangit di kamar itu, dalam temaram maghrib yang menembus kisi-kisi jendela. Saling raba dan rayu dengan bisik dan desah manja si gadis yang melepas rindu. Atau rintih enggan melepas kemesraan dan ingin lebih lama menyatu dalam kehangatan. Seperti lagu Chrisye yang pernah dinyanyikan Riko di Pantai Silintong Balige saat otw dengan Nika menikmati hempasan ombak menderu...kemesraan ini janganlah cepat berlalu...

Pada hal tadi ada kesepakatan, tetap dalam lingkaran seperti terucap dari Riko. Manusia memang selalu begitu. Lemah dan takluk oleh bius libido yang menggelegak. Manusia sering mabuk bila gelora biologis memuncak tanpa batas. Tiada kata terucap dari mulut Nika dan Riko, kecuali desah dan rintih tiada henti. 

"Mmmmhhh...Rikoooo."

"Mmmmmh..." Riko membalas seraya terus menjelajah ke mana-mana. Dan Nika terus saja meramkan mata,makanya tak tahu kalau kamar sudah dililit temaram senja mardomu na holom tu na tiur ( terang dan gelap malam mulai menyatu). 

Darah muda namanya. Terkadang kesadaran itu lambat datangnya. Mereka menyerah, takluk pada kepungan romantisme yang datang bergulung-gulung bagaikan terjangan gelombang air laut.  Sama halnya saat gelombang romantisme itu menerjang deras di kesunyian di bawah pohon kemiri yang rindang. Semuanya terjadi dalam sEnyap, di kala temaram malam merayap dan pelangi di ufuk timur perlahan sirna.

Riko lelah dan bagai perahu nelayan yang terapung lalu dihela ombak terdampar di pantai. Ada keringat mengkilap di kening dan leher ketika percumbuan itu usai tanpa berisik.

"Maafkan aku Nik, saking rindunya jadi terulang lagi," suara Niko hampir berbisik. Diusapnya rambut terurai itu dengan lembut, dan Nika merasa nyaman dilembuti sapuan jemari itu.

Nika tersenyum dalam remang cahaya yang menghadirkan suasana syahdu sekeliling kamar.

Nika terduduk lelah. Tapi ia merasa nyaman, merasa bahagia sekali.

"Tak ada yang perlu dimaafkan Rik, kamu kan tak memaksa. Kita sama-sama lalai, dan  itu terjadi.Kamu tahu kan Riko, semuanya indah karena aku sayang dan cinta kamu. Dan aku tahu, kamu melakukan itu juga karena kamu cinta dan jujur padaku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun