Kapal feri itu adalah yang terakhir mengangkut penumpang dari Ajibata ke Tomok. Sempat ada kendala teknis mengakibatkan keterlambatan. Tapi Riko dan Nika masih sempat masuk feri terakhir untuk menyeberang. Mobil Inova yang dikemudikan Pak Sima juga kenderaan roda empat terakhir yang masih diijinkan sesuai kapasitas.
Itu menjadi langkah sial bagi Tony dan kawannya. "Sial, katanya itu feri terakhir, kita harus menunggu hingga besok." Tony menggerutu.
"Sebenarnya bapak-bapak bisa naik kapal motor, tapi tanpa bawa mobil," ujar seorang pemuda di Tigaraja Parapat.
Tony menimbang-nimbang. Tapi akhirnya memutuskan, lebih baik menunggu hingga pagi untuk menyeberang." Kita butuh mobil, tak lancar urusan tanpa kenderaan di sana," katanya pada Dirgo dan Ramli. Kedua anak buahnya itu hanya mengiyakan.
Mereka sudah mengecek trlebih dahulu apa ada yang melihat Riko masuk feri. Semua kenal Riko, dan membenarkan kalau Riko ada di kapal feri terakhir. Tapi informasi tambahan dari orang yang ditanya menjadi perhatian khusus buat Tony.
"Ya, tadi Riko kami lihat masuk feri bertiga dengan mobil Inova hitam," kata dua lelaki yang ditanya Tony.
"Bertiga? Dengan siapa?," Tony mengerutkan kening. Kalau ia mngerutkan kening tampangnya jadi seram.
"Ada seorang gadis cantik, dAn yang satu lagi laki-laki, mungkin sopirnya," kata orang yang ditanya.
"Mauliate," kata Tony mengikuti kebiasaan bahasa lokal.
Kepada Dirgo dan Ramli, Tony mengatakan optimisnya."Nah, nyonya Vera kurasa benar. Pasti gadis itu anak nyonya yang jadi urusan kita. Tak salah lagi. Mereka sudah bertemu. Sialnya sekarang di kita. Kita tak mungkin menyeberangi danau dengan Fortuner."
Tony dan kedua temannya terpaksa menginap di hotel yang tak jauh dari Ajibata pelabuhan feri.