Mohon tunggu...
Leonardo Tolstoy Simanjuntak
Leonardo Tolstoy Simanjuntak Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelancer

Membaca,menyimak,menulis: pewarna hidup.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Monyet Parapat, Makin Merapat Karena Lapar

2 Maret 2015   04:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:18 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_400376" align="aligncenter" width="300" caption="Monyet Parapat yang makin berani merapat ke warun-warung mengharap "][/caption]

[caption id="attachment_400380" align="aligncenter" width="300" caption="Monyet Parapat makin agresif karena dorongan perut lapar. Pemerintah seharusnya menyantuni sbg bagian dari pariwisata."]

1425220361864772610
1425220361864772610
[/caption]

Monyet yang berkeliaran sepanjang jalan raya Parapat-Siantar, sudah menjadi salah satu ikon wisata yang menambah daya tarik kota turis itu. Pasti semua orang yang pernah melintas di jalan raya itu melihat gerombolan primata yang setiap hari mangkal di terali jalan, di dahan kayu, atau terkadang menyeberang santai di jalan beraspal. Kumpulan monyet ini dari waktu ke waktu terus menjadi obyek tontonan mengasyikkan para turis atau pelintas Parapat-Siantar, tak jarang pula mereka jadi sasaran kamera banyak wisatawan domestik atau mancanegara.
Sepertinya kawanan primata ini pun sadar kalau mereka itu "perlu" bagi manusia. Mereka pun rajin jual tampang di pinggir jalan dengan ragam lagak masing-masing. Pasalnya, selain diklik kamera, selalu ada manusia yang berbaik hati membagi "sedekah", berupa makanan ringan pisang, roti, kacang, dan sebagainya. Dengan sigap pemberian itu disambar dan langsung dinikmati dengan jari-jarinya yang cekatan.
Tapi, di balik kegembiraan pengunjung atas keberadaan primata ini, bagi banyak warga yang bermukim di seputaran lokasi itu, terutama bagi para pemilik warung yang berjejer di sana, kehadiran monyet liar itu kini dianggap hama yang membawa kesusahan. Lama kelamaan monyet-monyet itu makin agresif, tak lagi malu atau takut-takut seperti biasanya. Buktinya, tutur seorang gadis penjaga saah satu warung kepada kompasianer Leonardo Jt , monyet-monyet itu sudah makin berani merapat, bahkan sudah nekat pula mencuri atau mencopet makanan yang ada di warung saat pemilik/penjaga warung lalai.
"Ya mereka makin berani, makin serakah Bang, sudah sering mencuri kalau sebentar saja kami tinggalkan warung. Mareka tak bisa lagi dipercaya, sudah bikin susah penduduk. Tanaman seperti jagung apalagi kacang tak boleh lagi ada di sekitar sini, pasti habis digasak monyet," kata si gadis sambil menunjuk sekawanan monyet yang berloncatan di pohon dan tiang-tiang belakang warung, siap-siap menunggu pemberian kompasianer yang singgah di sana, minggu lalu. Ketika secuil keripik peyek dilembarkan di atas meja, secepat itu pula seekor diantaranya datang menyambar tanpa takut (lihat gambar atas).
Lalu, bagaimana mengurusi kenakalan monyet yang tampaknya selalu kelaparan itu? Ya, seperti kata para pemilik warung disana, mereka terpaksa harus selalu berjaga dengan ekstra ketat, tak mau lagi terlalu memberi hati pada gerombolan monyet yang seperti kata peribahasa " sudah dikasi hati, minta jantung".
Sekawanan monyet itu tampak sabar menunggu pemberian orang yang makan minum di warung, dengan tatapan mata kelaparan. Selalu ada yang berbaik hati memberi kacang atau pisang. Tapi ada juga yang pelit, tak perduli pada mereka. Kasihan juga sebenarnya, terlepas dari kenakalan mereka.

Tapi sudut pandang ibu boru Sitompul berasal dari kawasan Pahae, mengatakan wajar kalau sekarang monyet yang berkeliaran seputar jalan raya Parapat makin berani dan agresif, karena mereka makin susah mendapatkan makanan. "Tajam pisau belati, lebih tajam lagi perut sejengkal," kata ibu itu memberi gambaran. Monyet, kata dia, adalah makhluk hidup yang seperti juga manusia mengenal lapar dan haus. Terlepas dari apakah binatang itu dianggap hama pengganggu bagi manusia, tapi selama ini monyet Parapat sudah menjadi bagian dari daya tarik wisata di daerah itu. "Tak ada salahnya kalau pemerintah daerah yang berwewenang dengan kota turis Parapat memberi perhatian, bila perlu menyantuni monyet-monyet itu agar tetap lestari. Jangan kita bilang binatang ini dilindungi dan perlu dilestarikan tapi hanya dengan perkataan, bukan dengan usaha bagaimana agar binatang itu makin terkendali dan benar-benar dilestarikan," ucap ibu berpostur gemuk itu saat berbincang dengan sejumlah orang di salah satu warung pinggir jalan Parapat-Siantar.

"Berapalah biaya yang dianggarkan untuk menyantuni monyet-monyet itu untuk misalnya membeli pisang atau kacang dan jagung, didistribusikan dua atau tiga kali seminggu, sedangkan banyak biaya yang tak begitu mendesak bisa dikeluarkan pemda," katanya seperti mengomel, seraya melemparkan kacang ke arah kawanan monyet yang mangkal di tiang warung. Monyet-monyet itu dengan sigapnya menyambar kacang pemberian si ibu dan dengan cekatan langsung mengupas dan melahap isinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun