Mohon tunggu...
Leonardo Tolstoy Simanjuntak
Leonardo Tolstoy Simanjuntak Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelancer

Membaca,menyimak,menulis: pewarna hidup.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyalakan Lilin, Mengutuk Kegelapan

5 April 2014   06:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:03 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih baik menyalakan lilin betapa kecil pun cahayanya dari pada mengutuki kegelapan. Itu petuah klasik untuk membangkitkan semangat hidup, agar senantiasa tegar betapa pun beratnya tantangan yang kita hadapi.
Tetapi, ketika yang dipermasalahkan adalah pemadaman listrik yang berkepanjangan di Sumut, petuah lama itu bisa tak laku bagi orang yang merasa teraniaya saat lampu padam mendadak saat sedang asyik nonton tv, kutak-katik komputer, atau saat baru saja menanak nasi di magic-com. Lampu listrik padam bagi remaja pacaran mungkin menyenangkan, menambah indahnya suasana romantisme. Tapi, tentu tidak bagi pelanggan yang menjadikan listrik bagian vital dari geliat kehidupan berbisnis atau kemerfekaan menikmati hidup terang benderang.
Ketika listrik padam- bisa pagi, siang, atau tengah malam- warga menyalakan lampu alternatif (kalau ada), atau menyalakan lilin. Tapi, bisa dimaklumi saat seseorang menyalakan lilin karena lampu padam jelang tengah malam, mulut pun komat kamit melontarkan sumpah serapah atau caci maki mengutuki kegelapan. Sudah 68 usia republik ini, barulah di era reformasi modern ini pemadaman listrik makin menggila, keluh seorang warga Kota Tarutung, seraya mempertanyakan pernyataan petinggi PLN bahwa pemadaman listrik di Sumut hanya sampai Maret 2014. Nyatanya awal April ini pemadaman masih ada meski frekuensi pemadaman tak segencar Pebruari-Maret.
Mau protes? Mau demon? Mau caci maki? Itu mah percuma. Soalnya PLN boleh tak merasa bersalah apa lagi berdosa, karena krisis listrik memang benar bukan dikarang-karang. Tapi bahwa PLN lamban bikin terobosan solution, mungkin bisa juga. Kan tak logis orang PLN senang dimaki, tak mungkin orang PLN tega mendengar orang mengutuk kegelapan seraya menyalakan lilin.
Sementara krisis listrik entah hingga kapan berujung, sudah bagaimana kabarnya kinerja Sarulla Operation Lestari (SOL) yang tengah mengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi di Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara. Proyek berskala raksasa itu lama terkatung-katung sejak terbitnya Keppres No 5 Tahun 1998 akibat krisis moneter. Baru dua tahun terakhir mulai direalisasi lagi, walau operasional terkesan lamban.
Panas bumi Sarulla salah satu potensi faktual yang dapat memadamkan panas nya suhu kemarahan rakyat yang merasa tekanan darahnya sering tak beraturan gara-gara pemadaman listrik tak beraturan belakangan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun