Mohon tunggu...
Leonardo Tolstoy Simanjuntak
Leonardo Tolstoy Simanjuntak Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelancer

Membaca,menyimak,menulis: pewarna hidup.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kutinggalkan Cintaku Terkapar di Tuktuk (4)

13 September 2014   05:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:50 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Malam itu adalah malam yang meresahkan baginya. Mata terpejam tapi pikiran berkeliaran kemana-mana. Terutama soal kebohongan pada mamanya. Nika tak karuan tidurnya di ranjang empuk itu. Golek sana golek sini, sampai dua bantal guling itu seakan penyet dibolak-balik. Rasa sepi itu pun mulai menyergap. Tiupan lembut air conditioning tak mampu meredakan rasa panas sekujur badannya. Nika sudah memakai hot pant dan blouse you can see, tapi masih panas juga. Pikirannya tertuju ke mama terus, diburu rasa bersalah.Bagaimana kalau mama tau aku bukannya ke rumah Tante Rosa? Mama taunya Nika ke Medan mau ke rumah tante. Mama pasti kaget kalau tahu aku nginap di hotel. Astaga, ribet jadinya.
Tiba-tiba Nika ada ide. O ya, baiknya Tante Rosa ditelpon, berterus terang saja, seraya minta perlindungan. Ini juga sulit, apa tante mau diajak sekongkol membohongi mama, kakaknya sendiri? Tapi Nika optimis. Dia tahu betul, Tante Rosa paling sayang padanya. Pasalnya, tante tak punya anak perempuan. Tante hanya punya dua anak lelaki. Keduanya sekolah di Singapura.
Nika mengklik nomor Tante Rosa. Agak lama belum diangkat. Nika baru sadar kalau ia pakai nomor baru. Tante tentu saja ragu menerima call dari nomor tak dikenal.
Nika mengirim Short Message Service, beritahu nomor itu darinya. Tak lama kemudian hp Nika yang dihubungi Tante Rosa. Nika melonjak mengklik tombol terima. " Ya, ya tante, ini Nika..."
"Lho, kamu di mana Nik, tante tadi dihubungi mamamu, agar dijemput ke Polonia, tapi tante sedang diluar kota, tapi sekarang sudah dekat mau ke Polonia.Kamu baik-baik saja kan sayang. Tunggu aja di situ Nik, tante sudah dekat nih..."
Nika terperangah sejenak. Tapi otaknya cepat sekali bekerja."Tante, Nika..Nika mau minta tolong tan, boleh kan tante."
"Minta tolong apaan Nik, ini tante sudah mau ke bandara, sabar aja dulu di sana ya sayang."
" Aduh tante, jangan lagi ke bandara tante, aku sudah gak disitu lagi..."
"Lho, jadi kamu dah dimana Nik, apa sudah langsung ke rumah tante?"
"Maaf tante, itu yang mau Nika ngomongin, soalnya..."
"Soalnya apa Nik?"
Nika mulai gugup. Sebelah tangan kirinya meremas-remas rambut yang tadi baru dikeramas. "Tante, kalau Nika kasih tau, jangan marah ya..."
Tante Rosa memperdengarkan celoteh agak kesal." Nika jangan bikin tantemu bingung deh, ayo terus terang aja Nik, ada apa nih...jadi ribet ah,"
DAN Nika pun terus terang. Itu alternatif terbaik baginya. Risikonya Tante Rosa kaget, marah, ngamuk, apa boleh buat. "Hanya sementara tante, tolong Nika tante, pliiis deh, jangan bilangin mama kalau aku tak ada di rumah tante, dan tante jangan bilangin aku ada di hotel ya tan? Tolong tante, kali ini aja...
Lama merepet tak karuan, akhirnya nada Tante Rosa mulai lembut." Ok Nik, tante tak tahu bagaimana, kamu telah buat tante terlibat berbohong pada mamamu, seumur-umur aku tak pernah bohong sama kakakku sendiri... tapi ini, aduh gimana ya, tante..."
Nika mulai lega, tante itu mulai mengerti masalahnya. "Aku hanya butuh sendirian dulu tante, tak lebih tak kurang."
"Kalau begitu, beri tahu dimana kamu tante jumpai sekarang, biar tante yang menemani malam ini, kasihan gadis nginap sendirian di hotel, apa tak risi diliatin orang..."
" Baiklah tante, tapi tante jangan berubah pikiran ya, Nika tak bisa menunda lagi mau ke Parapat," lalu Nika menyebut nama hotel tempatnya menginap.
Terima kasih ya Tuhan, Engkau tunjukkan jalan keluar terbaik dari kesalahan dan dosaku ini.Nika membisik setelah percakapan telepon itu terputus.
Malam itu Tante Rosa ikutan menginap di kamarnya. Tante awalnya bersikeras menawarkan menemani Nika ke Parapat atau ke Tuktuk. Tapi Nika menolak." Tidak tante, sungguh Nika ingin sendiri, ingin menjauhkan diri dan ingatan dari Gito." Tante Rosa pun paham keputusan Nika tak mungkin lagi diganggu gugat. Tante Rosa menghela napas panjang, menggeleng kepala entah yang ke berapa puluh kali. Berat juga rasanya mengikuti kemauan Nika. "Tante jadinya berdosa pada kak Vera, mamamu. Bagaimana kalau Nika kenapa-kenapa di sana, kan tante yang salah, tante yang memikul beban ini."
Nika memegang tangan Tante Rosa."Tenang aja tante, Nika takkan kenapa-kenapa kok, Nika percaya Tuhan akan mendampingi dan menjaga Nika. Nah, tante hanya cukup bilang ke mama, kalau Nika ada bersama tante."
Itulah akhirnya yang harus dilakoni Tante Rosa. Saat Vera menelponnya dari Jakarta, Rosa dengan suara tenang mengatakan," Ya Kak Vera, Nika sudah di rumahku, dia baik-baik saja, tapi sekarang lagi tidur istirahat, ntar kusuruh hubungi kakak kalau sudah bangun."
Tante Vera di Jakarta pun tenteram. Kepada Alex suaminya, Ia berkata," Beres pa, anak kita baik-baik saja di rumah Rosa. Sekarang kita tak perlu ragu lagi ya pa." Alex pun senang sekali dengan pemberitahuan itu.
Nika hanya satu malam di Medan. Paginya, Tante Rosa pamit meninggalkannya di hotel." Baiklah Nika, jaga dirimu baik-baik. Tante mau ke Binjai ada urusan penting soal tender proyek. Tante tinggalin dulu Nika ya, ntar kalau sudah nyampe Parapat, laporin ke tante. Apapun yang Nika perlukan tante akan bantu, termasuk kalau Nika perlu duit."
"Thanks tanteku tersayang, Nika cukup duit kok, "lalu dikecupnya pipi perempuan paruh baya yang masih cantik itu.
Setelah Tante Rosa pergi, Nika ingat sopir taksi bernama Sopar, dan kartu nama yang diberikannya semalam. Nika menghubungi nomor ponsel yang tertera di sana. Segera terdengar suara parau seorang lelaki menyahuti.
" Oh ya, ya ingat sekali non, penumpang yang kuantar ke hotel semalam kan? Kalau begitu nona jadi ke Parapat hari ini juga? Ya, ya, beres non, dalam setengah jam saya sudah meluncur ke hotel tempat nona."
" Terima kasih pak, aku siap-siap dulu sambil menunggu bapak datang." Nika menutup telepon. (Next)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun