Mohon tunggu...
Leonardo Tolstoy Simanjuntak
Leonardo Tolstoy Simanjuntak Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelancer

Membaca,menyimak,menulis: pewarna hidup.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kutinggalkan Cintaku Terkapar di Tuktuk (37)

3 Desember 2014   23:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:07 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Perasaan Nika berangsur bugar kembali jelang sore hari.. Tangan perempuan itu sangat manjur. Nika merasakan pegal linu di tubuh sudah jauh berkurang.
Petang berpadu dengan awan tebal berarak menuju gelap malam. Nika duduk di taman sendirian, mencermati panorama danau yang berganti warna jadi kelabu. Serombongan bangau putih terbang dari utara menuju selatan dengan formasi teratur. Tapi dua perahu dari tadi kelihatan terapung di permukaan danau. Nelayan pribumi yang belum mendapatkan hasil dari kailnya.
Lalu pria itu hadir di depan Nika,menghalangi pandangannya. Pria berkumis berjeket itu tadinya duduk menyendiri di bawah kanopi biru. Wajahnya serasa pernah dilihat Nika pada malam Riko main gitar di taman itu.
"Lagi sendirian dik," sapa lelaki itu dengan senyum yang sulit dimengerti siapa pun. Wajahnya kehitaman dan sedikit brewokann kurang teratur. Dua gigi depannya terlalu besar di bagian atas berbanding gigi lainnya. Sekilas Nika merasa tak nyaman didekati pria ini.
Tapi Nika menyahut, ramah."Ya mumpung hujan belum turun."
Lelaki itu berkata," Boleh duduk bersama di sini?"
"Oh ya silahkan," Nika mengangguk.
Lelaki itu duduk dan merogo kantong jeketnyan mengeluarkan bungkus rokok. "Boleh merokok ya."
" Ya, siapa yang larang bapak." sahut Nika makin tak enak hati. Dia membayangkan seorang lelaki yang kasar dan culas, tapi penampilan diusahakan simpatik. Tidak, aku tak boleh sombong, tak boleh praduga tak bersalah, Nika melawan perasaan tak enak.
"Dari mana dik," tanya lelaki itu lagi, sambil mengembuskan asap rokoknya yang segera hilang disapu angin maghrib.
"Medan," kata Nika tak menyebut Jakarta.
"Saya dari Pekanbaru. Enak berwisata di tempat senyaman ini," lanjut pria itu tak hirau sikap Nika sedikit gelisah.Sebentar-sebentar mengalihkan mata ke koridor sebelah, mengharap Riko muncul. Tapi Riko tak ada. Siapapun tak ada. Room boy juga.
"Bapak menginap di sini," Nika sekadar melontar tanya,tapi hatinya tak enak dengan cara lelaki itu menatap dirinya, mata yang seakan menelanjangi.
Lelaki itu aktif sekali dengan rokoknya. kini sudah batang yang kedua. Ia tak melepas mata mengagumi gadis di depannya. Tenggorokannya bergerak-gerak seperti menelan air liur.
"Ya saya menginap di kamar sana, tapi sepi tak ada teman tidur," lelaki itu terbatuk beberapa kali." Masuk angin, tiap malam susah tidur." lanjutnya.
Nika terkesiap. Lelaki ini mungkin punya sudut pandang tersendiri terhadap dirinya.
" Bapak nggak bawa isteri," tukas Nika lalu menoleh lagi ke koridor. Ia ingin melihat Riko datang, agar perjumpaan dengan pria ini buyar. Tapi Riko tak ada. Nika mengambil ponselnya, mulai mengetik pesan." Riko, datang dong ke hotel,aku di taman sendirian."
"Isteri tak ada, buang suntuk aja datang ke sini, cari hiburan." suara lelaki itu sayup diterpa angin agak kencang.
"Ooh begitu," singkat respon Nika.
LALU lelaki itu dengan tatapan mata masih melekat ke gadis itu, mengatakan sesuatu yang membuat Nika mual. "Adik sendiri saya perhatikan sendirian ya."
Nika buru-buru menepis," Ah, tidak pak.Aku ada teman kok."
"Siapa," Pertanyaan ini sudah terlalu usil. Untuk apa orang ini perlu tau dengan siapapun aku di tempat ini, Nika gusar berkata dalam hati. Ia sudah ingin meninggalkan pria itu masuk ke kamar, tapi ada rasa tak tega, atau itu melanggar etika.
"Seorang pemuda," Kata Nika singkat.
"Pacar?"
Nika sedikit ragu, tapi kemudian harus membenarkan."Ya, pak."
"Boleh kenalan dengan dia," kata lelaki itu lagi makin agresif.
"Boleh saja, tapi lagi pergi sebentar lagi balik ke sini."
"Ooohn gitu, sayang sekali kalau begitu,"
Nika makin gusar." Sayang sekali kenapa pak."
Lelaki itu mengisap rokoknya dalam-dalam." Aku pikir, kalau adik sendirian seperti saya, apa salahnya berbagi cerita sambil jalan-jalan menikmati panorama seindah ini," lelaki itu menerawang ke atas,melihat awan malam berkejaran.
Nika bukan orang yang cepat naik pitam. Ia hanya senyum menanggapi." Saya juga harus katakan ke bapak, sayang sekali saya tak lagi sendirian, ada orang yang saya cintai menemani, tapi tidak pada saat ini, tapi sebentar lagi juga sudah datang."
"Ooh begitu," wajah lelaki itu tampak tak senang.
Pada saat itu Nika melihat Riko muncul dari koridor hotel, menuruni tangga ke taman.
"Itu dia datang," kata Nika merasa lega.
Pria itu menoleh memperhatikan siapa yang dimaksud Nika.
" Itu pacarnya?"
Mau tak mau Nika mengangguk."Ya pak, tadi dia lagi keluar sebentar, beli obat." Nika berbohong terpaksa.
Wajah pria itu sesaat heran atau bingung."Tapi setahuku dia ini seortang guide amatir orang sini, manager dan room boy yang bilang ke saya. Aku tak mengerti." Pria itu geleng kepala memperhatikan Riko mendekat.
"Ya begitulah pak," Nika mengukuhkan pengakuannya.
"Tapi... apakah itu benar," kata lelaki itu perlahan, wajahnya mencerminkan ketidak sukaannya.
Riko yang datang atas Sms Nika tadi, mengumbar senyum, mengangguk ke lelaki di depan Nika.
Lelaki itu bertanya, dengan tatapan tajam ke Riko. "Jadi ini pacar yang tadi diceritakan."
Nika tersipu tak menjawab. Riko menatap Nika dan pria itu bergantian, tak mengerti. Lalu dilihatnya Nika mengedipkan mata padanya.
" Gadisnya cantik, pasangannya juga macho amat, pasangan yang serasi," kata pria itu lagi, tapi di telinga Nika ada nada seperti mengejek.
Riko duduk di samping Nika, bertanya," Maaf Nik, bapak ini siapa."
" Ohn ya tamu hotel ini juga, tadi berbincang membicarakan wisata Tuktuk yang indah," kata Nika dengan cepat.
Riko memberikan tangannya menjabat tangan pria itu."Saya Riko pak, saya ...." hampir saja Riko mengatakan bahwa ia tinggal di Parapat, dan sedang mendampingi gadis itu sebagai pemandu. Tapi matanya bertemu mata Nika, dan Riko dengan sigap memahami isyarat di mata Nika.
"Tapi kenapa tadi Riko," lelaki itu benar-benar usil, ingin menelisik.
"Saya teman adik ini." Itu ucapan Riko sendirinya.
Lelaki itu senyum lebar menatap Nika." Teman apa pacar, itu kan beda."
"Pacar pak," cetus Nika mantap.
Riko tersenyum. Nika juga senyum. Lelaki itu juga senyum, dan ketika berdiri ia berkata," Selamat bersenang-senanglah ya adik-adik, kisah cinta seorang wisatawan cantik dengan pemandu wisata sungguh menjadi kisah yang menarik. Aku permisi," Lalu pria itu ngeloyor pergi.
Riko memandang Nika tak mengerti."Aku tak mengerti Nik"
Nika menempelkan telapak tangan ke mulut menahan gelak tawa." Lucu tadi Nik, bapak itu mengira aku gadis yang segampang itu diajak jalan-jalan, tapi bukan karena aku angkuh. Aku cuma tak berkenan menerima cara bapak tadi, membuatku takut. Dia kulihat terlalu agresif. Akhirnya aku sms kamu Rik, aku bilang aku tak sendirian, aku ada pacar yng sebentar lagi datang. Untung kamu cepat datang Rik, lucu nggak yang gitu."
Riko tertawa mendengarnya." Jadi aku muncul sebagai tokoh pacar jadi-jadian dong Nik."
Nika pun ngakak. "Ya terpaksa Rik, karena bapak tadi begitu agresif, aku takut entah diapa-apain."
"Tak mungkinlah itu Nik, di sini selalu aman dari segala macam tindakan dan perilaku yang mengganggu tamu. Anggap aja itu romantika perjalanan, namanya lelaki yah selalu ada yang begitu kan."
"Tapi Riko nggak marah tadi sudah kusebut pacarku kan."
"Ya nggaklah Nik, malah senang," Riko ceplos saja menyahut.
"Senang? Kamu senang Rik?" Nika terlonjak.
"Ya Senang dongn kenapa tidak," sahut Riko teguh.
Nika tertegun sesaat." Maksud aku Rik, kamu tak marah kan."
"Marah kenapa,"
"Kalau tadi aku memperalat kamu sebagai pacarku."
Riko masih juga tampak polos."Ya, namanya juga ecek-ecek untuk penyelamatan sementara, apa salahnya."
Nika mengacungkan jempolnya."Seratus untuk anda". Keduanya sama-sama tertawa. Pria tadi memperhatikan dari kejauhan, garuk-garuk kepala.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun