Fatamorgana
-Lelaki itu telah lama mereguk liur kekosongan. Tidak lagi di saat gulita mengepung berembun.
-Pada pagi benderang cahya pijar-pijar kekosongan t'lah akrab melekat pada liang hati yang berserah penuh
-Dari jendela berengsel satu tak jemu mendengar simponi tanpa irama di antara rimbun bambu kering daun.
-
Semuanya telah lama kosong , kecuali desah pelepah pinang menambah ngilu rasa  dan asa.- Hampa atau sekadar sunyikah namanya ini, ia tak tahu memilih judul- Tetapi ia mengigau kekosongan pilihan tema  yang lepas dari ambigu
- Lama, berpuluh kali ditatap dan dimaknai bangku tua yang tak tersentuh siapa.
- Hujan renyai akan memacu elegi kerapuhan. Kosong, selamanya kosong. Mungkin ruh empunya tak tertangkap pandang di sana.
- Kakek tua tak jemu menghela nafas, berharap asa masih mungkin ada. Rasa cinta dan rindu pada momentum yang hanya menghias mimpi.
- Gerimis gunung masih tersisa bagai salju di pucuk himalaya. Tetapi waktu seakan tlah pamit meninggalkan petang. Selalu begitu saban hari.
Kekosongan alam. Kekosongan hati. Semua menuju tanpa makna. Tanpa geliat. Langit makin jauh.
Tarutung sepi, medio Juli 23
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H