Waktu terus bergerak. Usiaku juga bertambah seiring bertambahnya usia pemilikku. Aku wajar bangga, karena dari tulisan yang dibuat pemilikku melalui tangan-tangan abjadku, sampai lima kali pemilikku berhasil menjadi juara pertama lomba karya tulis kabupaten, sekali juara kedua selain pemenang III sayembara karya tulis diadakan Pemerintah Provinsi. Aku juga tahu dengan tulisan yang kuproduksi berdasarkan otak pemilikku, dia sering mendapat rejeki yang tidak sedikit. Banyak uang mengalir ke kantongnya dari tulisan yang menggunakan huruf-hurufku. Itu berupa pemberian pejabat-pejabat atau orang sipil sebagai tanda berterima kasih, selain ada juga sebagai tanda ketakutan.
Tanpa terasa puluhan tahun berlalu. Aku pun mulai renta dan letih. Seperti halnya makhluk hidup bagaimanapun organ diriku mulai keropos dan aus. Penyakit karatan mulai menempel di beberapa bagian tubuhku. Beberapa jari abjadku ada yang bolong karena copot. Pemilikku beberapa kali membawaku ke orang yang ahli untuk mengobatiku. Aku kagum karena pemilikku tidak mencampakkan diriku ke tong sampah ketika aku tak sempurna lagi digunakan. Kadang kasihan juga aku mendengarnya uring-uringan.Â
Ada yang penting mau diketik tapi karena hurufku tak sempurna lagi akhirnya lama-lama tak lagi dipakai. Pemilikku kutahu jadi sering pergi ke satu tempat meminjam mesin seperti diriku. Aku pun akhirnya dilemarikan dalam gelap. Sedih juga rasanya. Dan sepi. Tiada lagi terdengar suara riuh ketukan tuts tuts jemariku pada pagi, siang,dan tengah malam saat pemilikku bekerja memburu  deadline atau limit berita yang ditetapkan redaksinya. Â
Dan waktu terus bergerak membawa perubahan,terutama kemajuan teknologi. Mulanya muncul yang namanya mesin komputer. Belakangan muncul telepon genggam dan smartphone yang bisa mengganti posisi kami yang manula, eh manual ini. Kami yang disebut mesin tulis manual perlahan tapi pasti mulai tersingkir. The forgotten machine. Terlalu lama menganggur maka setan karat pun akan terus menggerogoti, merubah warna jadi kecoklatan.
Sedih berbaur cemburu terasa juga bergayut di hati. Kami para mesin manula akhirnya tak diperlukan lagi setelah sekian lama kami berperan menyelesaikan ragam keperluan administrasi manusia. Apa mau dikata. Itu sudah kehendak bersifat alamiah. Zaman berganti mengintrodusir perubahan yang tiada henti.
Beruntunglah aku yang sudah renta dan karatan ini tidak dibuang pemilikku si hati sabar ini, beruntunglah aku meski aku sudah diklasifikasi benda rongsokan tidak dijual ke tukang loak atau tukang botot.
Lebih beruntung lagi dan membuatku bangga ketika suatu pagi pemilikku menjemputku dari gudang pengasingan. Mau diapain? Eh mau difoto pakai android. Buat apa sih tuan? Sssssttt...mau kutunjukkan dulu ke dunia lain bahwa kamu itu masih ada meski tak berguna lagi,bisik pemilikku tertawa sendiri.Â
Dan katanya lagi, biar kamu tau apa dan dimana itu dunia maya yang dulu belum kamu kenal. Jangan-jangan ada orang jaman sekarang belum pernah berteman dengan kamu karena sudah tembak langsung ke android...he he he he...pos roham dang pola huambolokkon ho, gariada baenon doho songon monumen bersejarah! ( Percayalah, kamu tidak akan kubuang atau kujual sama tukang loak, malahan kamu akan kujadikan semacam monumen bersejarah ).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H