Ibuku sosok wanita pendongeng maha bijak. Juga tentang kisah perang, bunyi peluru mortir dan suara bazoka tengah malam. Juga tentang serdadu berkerumun di desa, bunyi derap sepatu menggugah di malam senyap, atau tentang jerit tangis dan lolongan anjing dari tepi ladang. Dan saat pagi anak-anak sibuk mengumpul selongsong peluru bertabur di halaman kampung...
*
Ibu piawai mengunggah kenangan. Lebih setengah abad lalu ketika serdadu asing membentak beringas keliling kampung. Ibu sembunyi di balik timbunan kayu bakar. Lalu kakek yang mati di belakang rumah terkena serpih peluru mortir yang diluncurkan dari pegunungan. Lain era beda momentum. Cerita beruntai malam ke malam,meninabobo kami bersaudara menjemput nyenyak
*
Dulu,para pejuang negeri acap berhimpun berjaga kampung kita 'nak ! Ibu tak gentar menonton para pejuang baris berbaris sambil menidurkanmu di punggung ibu. Lalu ibu mencubit kakimu ketika kamu rewel minta terus disusui. Huuiss...lihat itu polisi nanti kamu dibawa ke hutan penuh monyet !
*
Lebih setengah abad kisah patriotik senantiasa menggugah hati, menatap gambar bisu. Gambar mengkilasbalik sukaduka tak terbeli dengan emas berlian sekalipun. Ah,ibu andai ibu masih berkisah lagi dari bawah tanah tempatmu tamasya abadi.
*
Perlahan kupandang lagi foto ibu di tengah ladang, memetik sayuran pada saat sinar fajar memandikan bumi. Perlahan kubisikkan lagi pada sunyi desa sunyi gunungan,pada belantara pohon di pegunungan yang membingkai lembah ini.
"Ku ingin ibu berkisah lagi tentang perang dulu,tentang riuh peluru menakuti seluruh yang bernyawa di kampung kita, tentang derap sepatu tentara, ratap tangis keluarga yang ayahnya mati tak berpesan, tentang lolongan anjing di tengah malam berhujan dan angin ribut menggasak rimbun bambu di batas desa.
Dan,juga tentang cuil kisah saat aku di gendongan ibu, dan kakiku yang tercubit karena tangisku membuat suasana perang terusik bising berserabut geram.