Awalnya dari tragedi memilukan tahun 1980 silam. DusunSihobuk, persis di pinggir jalan Sibolga, Sumatera Utara. Saat itu warga kampung sudah menjadikan pembuatan kacang garing sebagai usaha rumah tangga (home industry). Tapi pasca bencana itu,
[caption id="attachment_333464" align="aligncenter" width="511" caption="Kios penjual kacang garing Sihobuk berjejer sepanjang jalan lintas Sumatera Tarutung-Medan.Oleh-oleh khas yang laris manis.(Foto:Penulis)"][/caption]
belakangan, pusat produksinya sudah diSilangkitang, Sipoholon, 10 km dari Tarutung. Sudahterlanjur disebut “kacang Sihobuk” selama ini, maka jadilah itu namanya hingga kini.Bahkan sudah dipatenkan jadi label. Karena rasanya yang gurih dan halal 100 persen, kacang itu pun puluhan tahun laris buat siapa saja.
Makin lama oleh-oleh khas Tarutung ini terus berkembang. Kalau Anda melintas dari jalan lintas Sumatera di kawasan Silangkitang, terlihatlah puluhan ruko/ kios penjual “Kacang Sihobuk” yang buka siang malam. Dulu,masih satu dua keluarga yang mendirikan kios di sana, sekarang tak hanya di Silangkitang. Di pinggir jalan Sibolga, sudah ada. Bahkan, di beberapa kota seperti Siborongborong, Balige,Porsea, Siantar, oleh-oleh yang satu ini sudah banyak yang menjual. Tetap dengan label Kacang Sihobuk.
Banyak memang kacang garing dijual,tapi yang labelnya “Kacang Sihobuk” ini punya “taste” (cita rasa)yang beda. Kalau di makansekali, terasa gurih dan garingnya. Tak heran, banyak orang di luar etnikBatak yang suka membeli saat lintas di jalan lintas Sumatera. Nama kacang ini pun makin berkibar ke mana-mana. Perantau asal Taput selalu menitip pesan pada sanak saudara yang bepergian keJakarta, Bandung, Surabaya, supaya jangan lupa bawa “Kacang Sihobuk”. Bahkan, orang Padang dan Palembang, pun sering memesan kalau ada familinya sedang ke Medan.’
“Bukan hanya orang Sumut yang doyan kacang kami, juga suku lain banyak yang suka membawa sebagai oleh-oleh,” ujar Situmeang kepada kompasianer penulis reportase ini, Jumat (25/4). Dia salah satu penjual “Kacang Sihobuk” di pinggir Jalan Silangkitang yang membuka kiosnya 24 jam non stop. Soal harga juga dibuat bervariasi, sesuai kemasan. Ada yang Rp 5.000, Rp 10.000,Rp 20.000 perbungkus, dan ada juga yang kalengan.
Sebagai makanan cemilan yang cukup murah, oleh-oleh ini termasuk laris. Tak jarang ada yang memborong puluhan bungkus atau sampai lima kaleng,mau di bawa ke Jakartaatau kota besar lainnya di Indonesia. Sering diborong untuk pesta-pesta di kota besar. “Hanya inilah satu-satunya makanan selingan yang sudah menasional dari Tano Batak,”imbuh Situmeang membanggakan dagangannya.
Awalnya bermula dari tragedi sekitar tahun 1980 saatterjadi bencana longsor di Sihobuk.Pemukiman penduduk yang persis dipinggir Jalan Sibolga ditimpa tanah longsor. Sebanyak 52 orang tewas terkubur tanah perbukitan di atasnya. Pemerintah mengambil inisiatif mengevakuasi warga yang hidup ke Silangkitang. Di sana kemudian di bangun perumahan untuk keluarga korban longsor. Lama kelamaan, kompleks perumahan itu berkembang, dan kini dinamakan “Perumnas Pagar Beringin”. Belakangan bukan hanya warga Sihobuk yang membuat kacang garing, banyak warga Sipoholon turut menjadikannya sebagai kegiatan “home industry”.
Di tengah makin maraknya aneka makanan jajanan luar yang masuk kepelosok Tano Batak, kehadiran “Kacang Sihobuk”,pantas dibanggakan. Apa lagi skala pasarnya sudah makin melebar. Sebagai cemilan “trade mark” Tarutung, yang penting aspek kualitas dan kemasannya perluterus ditingkatkan. Karena, mempertahankan nama baik sering lebih sulit dari memulai satu produksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H