Dalam perjalanan dari Siantar, singgah lagi di Kota Tarutung kota yang paling berkesan dalam hati. Saya tertarik mendengar pemerintah setempat rupanya menyelenggarakan lomba karya tulis bagi ratusan wartawan yang ada di wilayah Tapanuli Bagian Utara. Saat kedatangan saya Kamis (8 April), kebetulan ada acara temu pers dirangkai dengan pengumuman hasil lomba karya tulis dan penyerahan hadiah untuk 6 orang pemenang. Urutannya, Juara 1 sampai 3, lalu Juara Harapan 1 sampai Juara Harapan 3.
Darah penulis pada diri ini selalu bergairah, setiap mendengar diadakannya lomba karya tulis, di mana pun itu. Bukan kegiatan yang aneh dan langka, malah sudah biasa dilakukan, baik oleh pemerintah mau pun partikulir. Setidaknya ini mencerminkan respek atau kepedulian pejabat pemerintah terhadap yang namanya penulis. Sekali gus memotivasi para wartawan/penulis, untuk mengasah ketrampilan menulis artikel, tak hanya terpaku pada perburuan/penulisan straight news.
Lalu, terdengarlah pengumuman dari juri lomba menyebut nama para pemenang yang sebagian sudah saya kenal. Untuk juara 1 tersebutlah nama Jansen Simanjuntak, juara 2 Chompey Sibarani, juara 3 Mahadi Sitanggang. Sedang juara harapan 1 sampai 3, masing-masing Chandra Sirait, Bernard Lumban Gaol, dan Situmorang. Tepuk tangan riuh pun menggemuruh di ruangan Balai Data Kantor Bupati itu. Bayangkan kalau sekitar dua ratusan wartawan berkumpul dalam satu ruangan, gemuruh tepuk dan ingar bingar suara sangatlah ramai. Lalu Drs Nikson Nababan, sang bupati yang belum satu bulan dilantik, menyampaikan piala dan sertifikat kejuaraan sesuai urutan. Kepada para pemenang, Bagian Humas dan Keprotokolan yang dipimpin Pahala Lumbantobing SE, menyediakan hadiah berupa uang dengan jumlah lumayan kepada para pemenang sesuai urutan.
Acara ini selain dihadiri bupati dan pelaksana sekda Drs HP Marpaung dan tiga asisten, juga sejumlah pimpinan SKPD dan staf humas Tiurma Sinaga, diadakan dalam rangkaian Hari Pers 2014. Cuma disayangkan, dibanding jumlah wartawan yang terus membengkak, peserta lomba masih minim, seperti juga pada lomba yang diadakan tahun lalu. Pada hal topic yang ditawarkan panitia cukup simple,” Tapanuli Utara Dulu dan Sekarang”. Setidaknya mengundang wartawan menelusuri sejarah dan dinamika kabupaten ini secara komparatif dari waktu ke waktu hingga kekiniannya.
Bagi saya sebagai pemerhati jurnalistik dan pencermat karya tulis, bukanlah penyelenggaraan lomba ini yang menarik. Saya mencatat dua hal yang pantas diapresiasi. Yang pertama, ketika Jansen Simanjuntak (juara 1) yang tertua dari seluruh peserta pada kesempatan menyampaikan sepatah kata mengakui pada usianya yang sudah 63 tahun, sebenarnya dia merasa tak layak lagi untuk ikut jadi peserta, kalau dilihat dari usia, dibanding wartawan masa kini yang kebanyakan muda usia. “Namun saya masih mampu dan ingin berkarya terus karena menulis itu bagi saya suatu seni yang sulit ditinggalkan selagi saya masih sehat dan otak saya masih mau bekerja untuk menulis,” kata juara ini dengan tegarnya. Tapi ia menggarisbawahi, para penulis muda usia pun bisa melebihi yang tua-tua, jika ada minat untuk itu disertai semangat untuk terus meningkatkan wawasan dan teknik kepenulisan.
Hal kedua yang saya catat sebagai suatu hal yang jarang saya lihat, adalah saat bupati Nikson Nababan yang sebelumnya mengaku lama menjadi aktivis jurnalistik di Jakarta (dan itu sudah saya tulis di Kompasiana bertajuk “ Di kampung saya wartawan jadi bupati lho”) spontan langsung memberi uang Rp 15 juta untuk dibagi-bagi para pemenang lomba.” Ini sebagai sumbangan pribadi saya, karena saya bagian tak terpisahkan dari kewartawanan. Saya sangat mendukung kegiatan seperti ini (lomba karya tulis),” katanya dan lagi-lagi terdengar tepuk riuh wartawan yang hadir. Bukan uang itu yang menarik dicatat sebenarnya, tapi keterbukaan seorang pejabat menandai atensinya pada bidang tulis menulis. Kata wartawan di sana, baru pertama kali ini seorang bupati di daerah itu merogo kocek menyumbang untuk wartawan dalam acara formal. Sumbangan itu di luar dari hadiah pada pemenang lomba.
[caption id="attachment_335702" align="aligncenter" width="448" caption="Bupati Nikson Nababan sumbang juara menulis Rp 15 juta. Karena respek pada para penulis.(Foto:Kompasianer/Leonardo)"][/caption]
Pada sambutannya, Nikson Nababan mengatakan kemitraan dengan wartawan itu perlu terus dikembangkan ke depan dalam membangun daerah itu.”Tapi saya harap hendaknya tetap obyektif, saya membuka pintu untuk dikonfirmasi untuk suatu masalah yang belum jelas. Silahkan datang menemui saya. Wartawan yang baik itu dibaikin, wartawan yang jahat dijahatin,” katanya.
Para wartawan tentu akan mencermati kinerja bupati yang baru ini sebagai calon yang meraup suara terbanyak pada pilkada putara kedua Maret 2014 lalu. Berarti masyarakat lebih memercayai Nikson Nababan dan pasangannya Mauliate Simorangkir untuk melakukan gebrakan siginifikan sesuai konsepsi perubahan yang menjadi inti dari visi misi yang diusung saat mencalonkan diri menjadi pemimpin pemerintahan lima tahun ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H