Mohon tunggu...
Leonardus S.A.
Leonardus S.A. Mohon Tunggu... -

Saya adalah seorang mahasiswa yang baru saja menyelesaikan studi S1 di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsep Tentang Tuhan

16 November 2009   13:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:19 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

KONSEP TENTANG TUHAN

Pencarian Tentang Makna Tuhan
Selama berabad – abad banyak orang yang mencari jawaban tentang konsep Tuhan yang selalu di percaya oleh manusia sebagai Keberadaan Yang Paling Tertinggi, keberadaan yang selalu dipuja dan diagungkan sebagai sumber dari seluruh kebenaran yang ada. Namun, dalam pencarian tersebut, banyak pendapat yang bermunculan dari “para pencari makna” tentang konsep Tuhan yang sesungguhnya.
Banyak para pemikir dan para filsuf yang bermunculan dan memberikan pendapat mereka tentang makna Tuhan. Banyak pendapat yang mendukung dan meyakini dengan sungguh – sungguh bahwa Tuhan merupakan keberadaan tertinggi, yang tak dapat dijangkau oleh akal manusia. Walaupun Tuhan tak dapat dilihat dengan indera manusia secara langsung, tetapi Tuhan adalah keberadaan sejati sebagai pencipta alam semesta dan penggerak kehidupan manusia serta seluruh mahluk hidup yang ada di dunia ini.
Namun, tidak sedikit pula pendapat yang meragukan tentang konsep Tuhan yang telah di percaya banyak orang sebagai Ada Yang Tertinggi itu. Pendapat – pendapat yang meragukan keberadaan Tuhan tersebut bermunculan akibat adanya sikap pesimistik tentang sosok Tuhan. Munculnya sikap pesimistik tersebut disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya adalah ketidakpercayaan akan keberadaan Tuhan yang disebabkan karena kurang puasnya manusia akan sosok Tuhan yang tak dapat lagi memenuhi kebutuhan hidup tertentu. Sehingga sosok Tuhan digantikan dengan sosok pujaan – pujaan baru atau kepercayaan baru, seperti saintisme, komunisme, atheisme, atau apapun, yang membuat sosok Tuhan menjadi kurang dihargai lagi.
Dengan demikian, karena keraguan – keraguan tentang sosok Tuhan tersebut, orang – orang yang mulai tidak percaya lagi akan Tuhan itu mulai mencari solusi lain dengan cara mencari “tuhan lain” atau sama saja dengan pencarian pegangan baru. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya karena manusia adalah mahluk yang membutuhkan pegangan dan tujuan dalam hidupnya, karena tanpa pegangan hidup dan tujuan akhir tesebut, manusia akan merasakan keresahan dan kebingungan dalam hidupnya. Dan, seolah – olah manusia tidak memiliki keutuhan lagi dalam dirinya sendiri. Oleh sebab itu, saat manusia mulai memandang bahwa sosok Tuhan tidak lagi dapat dijadikan pegangan dan tujuan hidup, (dikarenakan sikap kurang puas manusia terhadap sosok Tuhan yang tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya) manusia mulai mencari pegangan hidup yang lain.
Satu hal yang harus diingat adalah manusia merupakan mahluk yang membutuhkan sosok pujaan yang akan menjadi tujuan dan pegangan hidupnya (dalam hal ini Tuhan), saat Tuhan yang diakui banyak orang itu di rasa tak dapat lagi memenuhi kebutuhan tersebut, manusia mencari “tuhan lain” untuk memenuhi kebutuhannya akan sosok pujaan tersebut.

Manusia dan Harapan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki kebutuhan akan pegangan dan tujuan dalam hidupnya. Tanpa tujuan dan pegangan hidup itu, manusia akan mengalami keresahan dan kehilangan akan makna tentang hidupnya, karena tanpa tujuan dan pegangan hidup itu manusia seperti berada dalam dunia yang hampa tanpa pijakan dan tanpa gravitasi, sehingga manusia akan terombang – ambing tanpa tujuan yang jelas. Untuk itulah manusia membutuhkan pegangan yang mampu menuntunnya dalam hidup, untuk mencapai suatu tujuan akhir yang didambakan oleh manusia, dan dicari manusia sepanjang hidupnya.
Dengan demikian, dapat diambil sebuah kesimpulan, bahwa manusia pada dasarnya membutuhkan harapan untuk memperoleh tujuan akhir dalam hidupnya tersebut dengan cara memiliki sebuah pegangan dalam hidup yang dapat menuntunnya dalam mencapai tujuan akhir tersebut. Manusia yang tidak memiliki pegangan hidup, tentu saja tidak akan mencapai tujuan akhir yang menjadi titik puncak dalam kehidupan semua manusia.
Jadi, setiap manusia dapat dikatakan hidup dengan harapan. Harapan merupakan bagian dari manusia, ia mengarah ke masa depan berdasarkan masa sekarang untuk mewujudkan atau mencoba mewujudkan sesuatu.
Manusia dan harapan merupakan sebuah hubungan yang saling berkesinambungan, karena dengan adanya harapan manusia dapat melakukan sesuatu, seperti berpikir, berkarya, dan berusaha untuk mencapai sesuatu atau sebuah tujuan akhir yang terdapat dalam hidupnya. Dapat dikatakan pula, bahwa harapan merupakan sebuah keinginan yang timbul dari dalam diri manusia. Kemudian keinginan tersebut menjadi sebuah motivasi dalam diri manusia untuk hidup dan berkembang menjadi seorang pribadi yang lebih baik lagi untuk mencapai tujuan akhir. Untuk mendapatkannya, manusia akan melakukan sesuatu agar kebutuhannya dapat terpenuhi, yaitu kebutuhan untuk mencapai sebuah harapan tersebut.
Oleh sebab itu, pegangan hidup dan harapan merupakan hal yang saling berkaitan dan saling membutuhkan satu sama lain. Keduanya saling berinteraksi dalam mencapai tujuan akhir dalam hidup manusia.

Konsep Tentang Kematian Tuhan
Menurut Nietzsche dalam La Gaya Scienza (GS) § 346, “Manusia adalah binatang pemuja”, jika pujaan dalam bentuk Tuhan telah mati, tak kehilangan akal, manusia akan mencari pujaan – pujaan lainnya termasuk dirinya sendiri. Hal tersebut disebabkan karena manusia membutuhkan pujaan atau sesuatu yang berada di luar dirinya untuk dijadikan pegangan. Jika pegangan dalam bentuk Tuhan dianggap tak bisa lagi di jadikan sebagai pegangan, maka tak bisa di hindari lagi pegangan dalam bentuk lain akan bermunculan, misalnya seperti sains, ideologi, kepercayaan aneh – aneh, bahkan atheisme. Seperti yang diungkapkan Nietzsche dalam GS § 347, “ Ada kepercayaan baru saat ini yang namanya ketidakpercayan. ” Manusia adalah mahluk pemuja, kalau Tuhan pujaannya tak dapat lagi memuaskannya, dan tidak ada pegangan lain yang cukup mantap baginya, bisa saja ia akan mengimani ketiadaan Tuhan dengan sepenuh hati.
“ Tuhan tidak ada ” , demikianlah kepercayaan iman seseorang yang mengimani ketiadaan Tuhan. Menurut A. Setyo Wibowo dalam buku Para Pembunuh Tuhan, “ Jika ada orang yang membantahnya, ia akan mati – matian mempertahankan kepercayaan tersebut karena manusia tidak dapat hidup tanpa pegangan. Dan sudah lazim bahwa ia akan merasionalkan dan mempertahankan tempat ia berpijak tersebut. ” Jadi, manusia mmbutuhkan pegangan sebagai kebutuhan hidupnya yang paling dasar. Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, bahwa manusia membutuhkan pegangan hidup untuk menuntunnya dalam mencapai tujuan akhir .
Orang - orang yang mengimani ketiadaan Tuhan, percaya bahwa dengan tiadanya Tuhan, tiada pula alibi yang bisa di pegangi manusia. Ia harus menanggung kebebasannya sendirian di depan pilihan - pilihan sulit.

Harapan yang Berkaitan Dengan Konsep Kematian Tuhan
Sartre (dalam L’espoir Maintenant, 1991 : 25), pernah berbicara tentang harapan sebagai sebuah cara menangkap tujuan akhir :
”Harapan bukanlah ilusi liris. Secara kodratiah ada harapan dalam setiap tindakan dan ada semacam ketakterelakkan dalam harapan tersebut.”

Menurutnya (Sartre), setiap manusia hidup dengan harapan. Harapan merupakan bagian dari manusia, karena tindakan manusia bersifat transenden.
Menurut pendapat Sartre diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa manusia selalu memiliki harapan. Harapan – harapan manusia tersebut berisi tentang tujuan – tujuan yang ingin diperoleh manusia dalam segala tindakan – tindakan manusia dalam dunia ini. Berarti, manusia tak dapat menghindar sama sekali dari harapan. Sehingga dapat dikatakan juga, bahwa semua manusia hidup dengan harapan.
Terkait dengan hal itu, konsep kematian Tuhan yang terdapat dalam buku “Para Pembunuh Tuhan” ini terjadi karena manusia memiliki harapan yang tak dapat terpenuhi lagi dengan mempercayai Tuhan yang selama ini mereka puja. Sehingga manusia mencari dan membangun kembali sosok “tuhan baru” yang mereka anggap sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan manusia akan terpenuhinya harapan tersebut. Jadi, manusia – manusia itu menyatakan bahwa Tuhan telah mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun