Sekadar Review
Luther di Roma
Sekilas, film yang berdurasi hampir dua jam ini, mungkin berhasil mencitrakan sosok Martin Luther yang begitu idealis dan berpendirian menyerahkan seluruh hidupnya untuk melayani Tuhan.Â
Namun peristiwa "Sambaran Petir" di awal film, memberikan saya penafsiran lain akan sosok Luther muda, yang sebetulnya terpanggil oleh sebuah perasaan keterasingan dan ketakutan yang mendalam.Â
Di tahun awal imamatnya, dia sering diliputi kekhawatiran dan perasaan campur aduk. Gambaran "Allah yang kejam" dikelilingi berbagai macam hukum dan konsekuensi dosa, ikut mengusik seorang Martin Luther.
Apa yang dilihat oleh Luther sewaktu ia diutus ke Roma?Â
Ketika Fr. Johann von Staupitz mengutusnya ke Roma, Luther terkejut menyaksikan berbagai macam kemaksiatan tumbuh subur di sana. Ada praktik perjudian, kriminalitas, dan rumah-rumah bordil khusus untuk para biarawan.Â
Ada pun ia terusik dengan patung orang-orang kudus, salib hingga relikui-relikui yang disembah dan diperdagangkan di jalan-jalan. Dan akhirnya demi "keselamatan" jiwa  sang kakek, ia harus merogoh kocek untuk membeli surat Indulgensi yang dihargai tinggi sebagai sumber income gereja di Roma saat itu. Sesaat gambaran kekudusan berubah menjadi penuh tipu daya dan materialistis di dalam kepalanya.Â
Dampaknya apa terhadap gambaran-nya tentang Gereja Roma?
Roma memberikan citra yang begitu buruk dalam ingatan Luther. Setelah  kembali, ia mulai mempertanyakan doktrin-doktrin Gereja. Menurutnya doktrin-doktrin Gereja dibuat oleh para pejabat Gereja Roma dengan tujuan melanggengkan kekuasaan mereka dan memuaskan ambisi mereka akan harta dan kenikmatan duniawi.Â
Cinta kasih Kristus yang ia tahu, begitu berbeda ditafsirkan dan dibelokkan begitu saja demi motif kekuasaan. Karena gejolak ini dan beberapa pertimbangan lain, oleh kongregrasi melalui Fr. Johann, pembimbingnya, ia dikirim ke Wittenberg untuk studi doktoral bidang teologi.Â